
eramuslim.com – Ramadhan telah memasuki pertengahan bulan, yang berarti kurang dari dua pekan lagi umat Muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, akan merayakan Idul Fitri.
Bagi yang merayakannya, Idul Fitri memiliki berbagai makna. Selain itu, di Indonesia, perayaan ini juga identik dengan tradisi mengenakan pakaian baru. Meskipun tidak wajib, banyak orang yang berusaha mengenakan pakaian terbaik mereka di Hari Raya, yang sering kali berarti pakaian baru.
Lebaran juga berkaitan erat dengan pencairan Tunjangan Hari Raya (THR). Bagi pekerja di sektor yang diatur oleh undang-undang, THR dipastikan cair. Namun, mereka yang bekerja di sektor informal sering kali tidak seberuntung itu.
Akibatnya, menjelang Lebaran, fenomena permintaan THR dari berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) kepada pengusaha, pemilik pabrik, dan pemilik toko kembali terjadi. Sudah menjadi kebiasaan tahunan, ormas-ormas ini mengirimkan amplop berisi permintaan THR, seperti yang terlihat dalam unggahan akun X @txtdrbekasi.
“Surat cinta dari masyarakat,” tulis caption dalam unggahan tersebut, yang memperlihatkan barisan amplop permintaan THR dari berbagai ormas.
Fenomena ini kembali menjadi perbincangan hangat di media sosial. Keberadaan ormas-ormas yang dinilai meresahkan dianggap sebagai masalah menahun yang belum terselesaikan oleh pemerintah. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa ormas-ormas ini justru dibiarkan berkembang.
Beberapa netizen menanggapi unggahan tersebut dengan mengaitkannya dengan banyaknya perusahaan yang memilih hengkang dari Indonesia. Salah satu alasannya adalah tekanan dari ormas yang kerap melakukan praktik pemalakan terhadap pelaku usaha.
“Ormas-ormas gini emang ga malu ya, atau apa gitu? Masa kalian ngasih duit buat keluarga hasil dari malak? Yang anggota ormas coba jawab,” komentar pengguna X dengan akun @dimsrw.
Posting-an serupa juga beredar di platform media sosial lain seperti Instagram dan Facebook. Menjelang Lebaran, semakin banyak ormas yang meminta THR dari para pengusaha, terutama mereka yang memiliki usaha di wilayah yang diklaim sebagai “milik akamsi” alias anak kampung sini.
“Pernah punya toko, ada yang ngasih beginian satu, kukira minta sumbangan. Baru paham pas dekat-dekat Lebaran dapet hampir sebanyak di foto. Lalu, ku kasih 10 ribuan satu surat, ga terima, minta nambah. Dan itu tiap ada hari besar surat datang. Dilawan malah bawa kawan,” tulis pengguna X @DezkyPermadi.
Unggahan tersebut pun menjadi viral dan mendapat ribuan tanggapan dari warganet. Banyak pelaku usaha, termasuk yang berskala rumahan, mengaku menghadapi pengalaman serupa saat menjelang Hari Raya.
(Sumber: Jawapos)