Warga Nu Waar Bangga Anak-Anaknya Jadi Penghafal Qur’an

Eramuslim.com – Puluhan warga menyemut di bandara. Mereka hendak menyambut kedatangan rombongan empat santri dari Pondok Pesantren Nuu Waar, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (19/4). Penyambutan layaknya tamu penting, seperti seorang pejabat yang hendak melakukan kunjungan kerja lalu disambut oleh pejabat daerah. Kami berenam dikalungi bunga dari Pala oleh tokoh masyarakat setempat ketika turun dari pesawat.

Para santri kemudian diarak menggunakan mobil bak terbuka. Mereka berkeliling ke berbagai daerah di Fakfak. Satu mobil dengan speaker di atasnya, orang sana menyebutnya “mobil halo-halo”, terus mengumumkan kedatangan santri tersebut dan berbagai kegiatan mereka selama berada di Fakfak.

Penyambutan yang cukup luar biasa tersebut bukan tanpa tujuan. Mereka ingin mengabarkan bahwa anak-anak Fakfak pun bisa menuntut ilmu yang tinggi, terutama dalam ilmu agama. Itu sebabnya mereka diarak dan disiapkan memimpin imam gerakan Subuh berjamaah selama tiga hari di Fakfak.

Tiga dari empat santri tersebut merupakan anak asli Fakfak. Usia mereka tidak sampai 20 tahun. Namun, mereka sudah mampu membaca dan menghafal Alquran cukup baik. Mereka dikirim ke Pondok Pesantren Nuu Waar sekitar 4-5 tahun lalu dan dipersiapkan menjadi dai di Kota Pala ini.

Ketiga santri tersebut diberi kesempatan oleh pihak pondok untuk bertemu dengan orang tuanya walau mereka tidak diperbolehkan menginap di rumahnya. Pasalnya, mereka masih dalam pengawasan penuh pihak pondok.

Suasana haru pun tumpah ketika ketiga santri tersebut dipertemukan dengan orang tuanya lewat acara yang dikemas sebagai pengajian umum. Hawa, salah satu ibu dari ketiga santri tersebut mengaku terharu dan bangga atas pencapaian anaknya selama menempuh pendidikan agama di Bekasi.

Hawa merasa anaknya memberikan kebanggaan kepada keluarganya dan masyarakat Fakfak Timur. “Bangga, terharu bahwa anak saya bisa begini. Saya tidak menyangka bisa menghafal Alquran, itu satu kebanggaan buat saya,” ujar Hawa kepada Republika, di Kampung Wambar, Distrik Timur Tengah, Fakfak, Papua Barat.

Hawa mengakui, dia menawarkan diri agar anaknya dibawa ke Jakarta untuk belajar pendidikan agama oleh organisasi dakwah Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN). Sebab, Hawa khawatir anaknya tidak bisa mengaji dan minim ilmu agama jika berada di Fakfak.

Hawa memberangkatnya anaknya yang bernama Salman ke Jakarta pada 2014 saat usianya baru 10 tahun. Saat itu, Salman duduk di bangku kelas V sekolah dasar. Namun, tekad kuat Hawa agar anaknya mendalami ilmu agama membuat dirinya ikhlas anaknya dididik di luar Papua. “Karena saya ingin pendidikan agama, makanya saya pikir namanya rezeki dari Allah, tentu kalau di sini tidak tahu ngaji,” kata Hawa. (jk/rol)

https://m.eramuslim.com/resensi-buku/pahlawan-akankah-hanya-menjadi-kenangan-untold-history-eramuslim-digest-edisi-9.htm