Warisan Kolonial Masih Terasa, Ekonomi Pribumi Tetap Tertekan

Eramuslim – Seiring terjadinya reformasi pada 1998, sedikit banyaknya mengubah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, kontekstualisasi kondisi kekinian yang genap 22 tahun silam itu masih menyisakan sejumlah catatan kritis.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon saat mengisi diskusi daring bertajuk ‘Makna Reformasi 22 Mei 1998-2020 Di tengah Covid-19: Bersiap Menghadapi New Normal’ melakukan telaah kritis sejak zaman kolonial Belanda hingga orde reformasi tentang kondisi ekonomi sosial, bahkan politik yang masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama bangsa Indonesia.

Fadli Zon mengurai, merujuk buku yang ditulis oleh ekonom sekaligus pengacara asal Belanda, Julius Herman (JH) Boeke terkait ekonomi kolonial dan ekonomi Inlander (ejekan bagi Pribumi oleh kolonial Belanda) seolah masih relevan hingga saat ini. Di mana pada zaman Hindia Belanda kondisi ekonomi kaum pribumi tertekan.

“Menurut saya itu masih ada warisannya. Lihat saja ekonomi pribumi di Indonesia itu masih tertekan. Ada di mayoritas warga Indonesia, tetapi hanya segelintir orang yang menikmati resources. Padahal kan kalau amanat UUD 1945 sudah jelas, harusnya sebesar-besarnya (sumber daya alam untuk) kemakmuran rakyat,” kata Fadli Zon, Kamis malam (25/5).

Atas dasar itu, mantan Wakil Ketua DPR RI ini menilai, selain tuntutan reformasi, masih banyak PR besar bangsa Indonesia yang harus diselesaikan dengan mengacu pada pakem konstitusi. Di antaranya soal ekonomi yang secara sistematis akan berdampak pada kehidupan sosial hingga politik.

Jadi, PR kita sebagai bangsa ini sangat besar. PR kita itu kan harusnya dibawa, diberikan mandat kepada eksekutif untuk menjalankan apa yang menjadi tugas mereka, membawa masyarakat ke arah yang lebih baik. Di samping janji-janjinya, tetapi juga menunaikan juga apa yang tertera di dalam konstitusi kita,” bebernya.

“Nah inilah menurut saya ya sekarang ini kita semakin jauh,” demikian Fadli Zon.(rmol)