WHO Desak Indonesia Stop Pakai Klorokuin sebagai Obat Pasien Corona

Dampak buruk penggunaan klorokuin sebagai obat COVID-19 sebenarnya telah dilaporkan oleh sekelompok peneliti di Brasil pada awal April 2020. Proses uji klinis klorokuin mereka bahkan harus dihentikan lebih awal setelah 11 dari 81 pasien yang diteliti meninggal pada hari ke-6 jalannya riset.

Peneliti menemukan bahwa penggunaan dosis tinggi klorokuin (600 mg selama 10 hari) bersamaan dengan antibiotik azithromycin bagi pasien justru menimbulkan risiko gangguan irama detak jantung.

Sejumlah lembaga pengawas obat juga telah memperingatkan bahaya penggunaan klorokuin. Badan Pengawas Obat Uni Eropa (EMA) dan pemerintah Kanada, misalnya, telah mengeluarkan peringatan risiko penggunaan obat tersebut pada April 2020.

Tidak ada laporan uji klinis klorokuin di Indonesia

Tak hanya di Brasil, tandem klorokuin bersamaan dengan azithromycin juga digunakan di Indonesia untuk merawat pasien COVID-19, berdasarkan pedoman perawatan pasien virus corona. Namun, dampak penggunaan keduanya bagi pasien COVID-19 di Indonesia sendiri tidak diketahui hingga saat ini.

Sejak awal April 2020, pemerintah mengatakan bahwa Indonesia telah masuk ke dalam riset gabungan WHO bernama Solidarity Trial untuk menemukan obat COVID-19, salah satunya adalah klorokuin. Meski demikian, hingga saat ini belum ada laporan apa pun terkait uji klinis klorokuin di Tanah Air.

Ketiadaan laporan tersebut membuat kita tidak mengetahui apakah penggunaan klorokuin meningkatkan rasio kematian di kalangan pasien COVID-19 di Indonesia, atau justru menyembuhkannya.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam, pun telah meminta Indonesia untuk memberikan hasil laporan uji klinis penggunaan klorokuin sebagai obat pasien COVID-19.

“Kita harus memberikan report. Ini harus kita lakukan seperti uji klinik, clinical trial. Kita harus bilang begitu karena ini kan WHO belum declare kalau ini memang sebagai obat,” jelas Ari pada April 2020. (*)