Yang Tolak Pengajian di Monas, Gak Paham Sejarah!

Eramuslim.com – Anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI, Syarif mengaku heran dengan adanya nada-nada penolakan dari sebagian koleganya di Kebon Sirih terhadap rencana Gubernur DKI Anies Baswedan, yang akan kembali membuka kawasan Monumen Nasional (Monas) untuk kegiatan pengajian.

Dia menyebut, penolakan tersebut justru menggambarkan yang bersangkutan tidak paham historis tentang latar belakang didirikannya Tugu Monas oleh sang Proklamator RI Soekarno.

“Mungkin sebagian teman-teman tidak paham historis, mereka tidak tau kalau Monas dibagun sejatinya adalah untuk ruang publik,” kata Syarif saat ditemui TeropongSenayan, di DPRD DKI, Jakarta, Senin (20/11/2017) malam.

Dijelaskan Syarif, Monas adalah Jakarta, Jakarta adalah Monas. Begitulah adanya. Monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) itu merupakan lambang dari Ibu Kota DKI Jakarta.

Dalam catatan Syarif, Monas didirikan pada tanggal 17 Agustus 1961untuk mengenang perjuangan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan dari Hindia Belanda.

Selain untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia, Monas juga resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada 12 Juli 1975 oleh Presiden RI ke-2 Soeharto.

Dengan demikian, menurut Syarif, langkah Anies yang akan mencabut Peraturan Gubernur (Pergub) terkait larangan kegiatan keagamaan di Monas tersebut sudah sesuai sebagaimana ‘khittah’nya.

Selain itu, Syarif juga bingung dengan alasan penolakan lantaran terkesan mengkambing hitamkan pedagang kecil.

Sekretaris Komisi A ini tak sependapat dengan beberapa pihak yang berpandangan dibukanya Monas untuk pengajian justru memancing kesemrautan karena para PKL akan menggelar barang dagangannya di area Monas.‎

“Alasan itu saya kira tak berdasar, sesat dan menyesatkan. PKL tak bisa begitu saja disalahkan.
Kalaupun khawatir banyak PKL kan bisa diantisipasi. Pemerintah punya semua perangkat untuk menertibkan dan mengantisipasinya,” terang Syarif.

“Pemda punya Satpol PP kok. Percuma dong kita punya aparat,” kata Syarif menambahkan.

Diketahui, sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan, selama kepemimpinannya warga Ibu Kota akan dipersilahkan menggelar kegiatan keagamaan di kawasan Monas.

Hal tersebut sejalan dengan janji kampanye saat Pilkada 2017 lalu. Anies berjanji akan kembali membuka kawasan Monas untuk penyelenggaraan kegiatan keagamaan bagi semua agama.

“Saya akan buat (Monas) terbuka lagi. Negara kita sila pertama apa, Ketuhanan Yang Maha Esa. Kenapa tidak boleh ada aktivitas keagamaan di arena publik?” ujar Anies.

Anies menilai sebagai negara berlandaskan Pancasila yang melindungi seluruh golongan, seharusnya Monas dapat dibuka untuk kegiatan keagamaan.
Menurutnya, pelarangan kegiatan keagamaan di kawasan Monas, bertentangan dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pada kepemimpinan Gubernur DKI sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), kawasan Monas dilarang ada aktivitas keagamaan maupun kebudayaan.
Ahok menilai, kegiatan keagamaan bisa digelar di Masjid Istiqlal maupun di lokasi manapun, tidak perlu di Monas.

Dia berpendapat, jika pemerintah mengizinkan penyelenggaraan kegiatan keagamaan seperti pengajian tabligh akbar, maka pihak lain juga akan menggelar kegiatan akbar di Monas‎.

“Kalau sekarang Majelis Rasulullah kami kasih, majelis-majelis yang lain pada minta juga enggak? Minta. Yang Kristen, Buddha minta enggak? Ya balik lagi kejadian gitu. Ya sudah lebih baik tidak usah semualah,” kata Ahok di Balaikota DKI Jakarta, Jumat (16/10/2015) silam.

Akan tetapi, Monas juga sempat dijadikan sebagai lokasi aksi damai massa aksi 2 Desember (212). Saat itu jutaan umat Islam melaksanakan salat jumat di Areal Monas hingga meluber ke sepanjang jalan MH Thamrin-Sudirman.(kl/ts)