eramuslim.com – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memutuskan untuk memblokade bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, Palestina, selama bulan suci Ramadan.
Pada Minggu (2/3), Kantor Netanyahu mengumumkan bahwa seluruh barang dan pasokan yang masuk ke Gaza akan dihentikan.
Langkah ini diambil karena Hamas menolak usulan gencatan senjata sementara yang diajukan oleh utusan khusus Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Steve Witkoff.
“Israel tidak akan mengizinkan gencatan senjata tanpa dibebaskannya sandera kami,” demikian pernyataan dari Kantor Netanyahu, seperti dikutip Al Jazeera.
“Jika Hamas bersikeras menolaknya, akan ada konsekuensi lebih lanjut,” lanjut pernyataan itu.
Steve Witkoff, utusan khusus Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah, mengusulkan perpanjangan gencatan senjata fase pertama antara Israel dan Hamas selama 50 hari hingga bulan Ramadan dan hari raya Paskah Yahudi.
Israel telah menerima usulan tersebut, tetapi Hamas menolak karena menilai Israel hanya ingin membebaskan warganya tetapi tetap berniat melanjutkan perang.
Padahal, berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat, gencatan senjata antara Israel dan Hamas terdiri dari tiga fase:
- Fase pertama berlangsung selama 42 hari, mencakup pembebasan sandera perempuan dan anak-anak, penghentian serangan, serta peningkatan jumlah bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza.
- Fase kedua mencakup kesepakatan gencatan senjata permanen, di mana Hamas akan membebaskan sandera laki-laki yang masih hidup, baik warga sipil maupun militer. Israel, sebagai gantinya, harus membebaskan tahanan Palestina yang telah disepakati serta menarik pasukannya dari Gaza.
- Fase ketiga mencakup pemulangan jenazah atau sisa-sisa tubuh sandera serta implementasi rencana rekonstruksi Gaza.
Fase pertama telah selesai pada Minggu (2/3), setelah diberlakukan sejak 19 Januari. Namun, Israel kini memilih untuk memperpanjang fase pertama sesuai dengan usulan Witkoff, bukannya melanjutkan ke fase kedua sebagaimana yang telah disepakati.
Hamas menganggap tindakan Israel serta ancaman pemblokiran bantuan sebagai bentuk “pemerasan murahan, kejahatan perang, dan serangan terang-terangan” terhadap kesepakatan gencatan senjata.
Sejak 19 Januari, ratusan truk bantuan telah masuk ke Gaza setiap hari. Namun, setelah kabar mengenai pemblokiran menyebar, harga bahan pokok melonjak drastis. Warga pun mulai menimbun persediaan karena khawatir akan kelangkaan makanan dan kebutuhan dasar lainnya.
“Semua orang khawatir. Ini bukan kehidupan,” kata Sayed al-Dairi, warga Gaza City.
Fayza Nassar, warga kamp pengungsi di Jabalia yang sudah hancur parah, menilai kebijakan ini akan semakin memperburuk kondisi warga yang sudah sangat menderita.
“Akan ada kelaparan dan kekacauan. Menutup pintu perbatasan adalah kejahatan keji,” ujarnya kepada The Associated Press (AP).
(Sumber: Cnnindonesia)