Perjuangan Dokter Oen Boen Ing Selundupkan Penisilin untuk Jend. Soedirman

Eramuslim.com – Suatu malam di pedalaman Jawa tahun 1949. Jenderal Soedirman beristirahat dalam sebuah pondok reot di pinggir hutan. Terbatuk-batuk sepanjang malam.

Mantel lusuhnya tidak mampu menahan udara dingin malam itu. Paru-parunya terus digerus penyakit paru-paru yang makin parah.

Di luar, berjaga belasan pengawal Soedirman. Mereka tahu saat ini sang panglima menjadi buruan nomor satu pasukan baret merah Belanda, Korps Speciale Troepen (KST). Nyawa Soedirman dalam bahaya besar. Tak ada prajuritnya yang tak merasa haru melihat pengorbanan Pak Dirman.

Agresi Militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948 menduduki Yogyakarta yang menjadi ibukota Republik Indonesia. Gabungan pasukan baret hijau dan baret merah Belanda merebut Yogya hanya dalam hitungan jam. Mereka menangkap para pimpinan republik. Soekarno, Hatta, Sjahrir dan hampir seluruh pejabat negara saat itu.

Tapi Soedirman tidak mau menyerah. Dia menolak permintaan Soekarno untuk tetap tinggal di Yogyakarta. Saat itu ada perbedaan pendapat antara pemimpin sipil dan pemimpin militer. Soedirman memilih masuk hutan. Memimpin pasukannya dari belantara hutan dan mengorbankan perlawanan semesta sesuai perintah siasat nomor satu.