Perlawanan 200 Lelaki Makassar Habisi Seribu Prajurit Siam dan 17 Tentara Eropa

Akibatnya perkampungan Makassar dikepung ribuan tentara. Lengkap dengan senjata terbaik di masa itu.

Dalam beberapa kali negosiasi Daeng Manglle tetap kukuh tak bersalah. Tapi semua tuduhan didakwakan padanya. Setelah insiden berdarah di sebuah pavilliun, 23 September malam ribaun pasukan bergerak ke kampung Makassar di Ayuthia. Mereka datang bersama dua kapal perang, 60 kapal kecil dan 22 kapal dayung.

Dalam perang tak seimbang itu Daeng Mangalle tahu betul ia dan kerabatnnya pasti kalah. Namun ia telah bersumpah akan memberi perlawanan setimpal yang takkan dilupakan Thailand sampai kapaupun. Baginya lebih baik tumbang daripada menjadi budak di negeri orang.

Seluruh pintu keluar kampung di tepi sungai itu telah dikepung. Dalam keheningan subuh, serbuan dimulai. Bola-bola api mulai ditembakkan ke perkampungan. Api merah menyala menjilat seisi desa. Melihat semuanya hangus Koalisi Siam-Eropa sempat merasa menang. Namun perang sebenarnya justru baru saja dimulai.

Seperti laron menerjang sinar, orang-orang Makassar satu persatu keluar dari parit dan menerjang apapun yang mungkin mereka serbu. Perang, serang terjang. Balasan itu membuat Kapten Coates dari Inggris tumbang. Ribuan pasukan gabungan itu dipaksa itu mundur menunggu bala bantuan datang.

Serangan berlanjut hingga siang. Sisa-sisa orang Makassar semakin terkepung. Namun mereka tak mundur. Keberanian mereka membuat Claude de Forbin dan kawan-kawan bergidik ngeri. Bagaimana 200 pria dengan keris dan tombak bisa demikian menggila melawan lebih dari 3000 tentara.

Daeng Manggale sendiri terhuyung oleh lima tusukan tombak. Namun dalam kondisi itu nyalinya tak padam. Sebelum napasnya berakhir ia sempat menerjang seorang Menteri Siam dan menghabisi seorang Inggris. Daeng Mangalle baru benar-benar rubuh setelah dihujani peluru Perancis.

Melihat ayahnya terkapar putra sulung Daeng Mangalle yang baru 14 tahun tak diam. Anak muda ini mengamuk sejadi jadinya sebelum akhirnya tumbang diterjang senapan.

Perlawanan terhenti, 22 orang Makassar tertawan, 33 mayat ditemukan. Sisanya tertangkap beberapa hari kemudian untuk dihukum dengan kejam.

Forbin mencatat kesaksian Pastor Tachard tentang bagaimana sisa-sisa orang Makassar ini dihukum. Kepala dijepit dan dipasak sebelum menjadi santapan macan. Ada juga yang dibakar dan dikubur setengah badan hingga mati perlahan. Sisanya kepala mereka dipenggal dan dipamerkan sebagai peringatan.

Selebihnya adalah sejarah yang hingga kini membuat penduduk Thailand terpana. Mereka terkenang kisah keteguhan hati dan perlawanan tak terperikan. Bayangkan, 200 lelaki Makassar yang terkepung mampu menghabisi tak kurang seribu prajurit Siam dan 17 tentara Eropa. Dengan senjata seadanya. Ya…. Senjata seadanya. [sumber: fajaronline]

*) Penulis : Zulhakim, penyuka seni dan budaya tinggal di Ampenan Lombok.