Bank-Bank Besar Diduga terlihat Kejahatan Pinjol Ilegal

Jika dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroanterbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.

Berdasarkan PBI No. 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran (PBI SP), penyelenggara jasa sistem pembayaran Pembayaran yang dilakukan oleh lembaga Perbankan atau Non Perbankan, diwajibkan untuk mendapatkan izin dari BI.

Pemberian izin berdasarkan kategori izin yang terdiri atas:
– kategori izin satu: (a) penyediaan informasi Sumber Dana; (b) payment initiation dan/atau acquiring services; (c) penatausahaan Sumber Dana dan (d) layanan remitansi;
– kategori izin dua : (a) penyediaan informasi Sumber Dana; dan (b) inisiasi pembayaran dan/atau memperoleh layanan ; dan/atau
– kategori izin tiga : (a) layanan remitansi; dan/atau (b) lainnya yang ditetapkan BI.

Dalam hal izin, BI memberikan izin berdasarkan: (1) hasil penelitian perizinan dan pemeriksaan lapangan ( on site visit ); (2) hasil penelitian perizinan dan hasil uji coba pengembangan inovasi teknologi Sistem Pembayaran yang dinyatakan berhasil.

Aturan ini menekankan bahwa Bank-Bank atau lembaga-lembaga pembayaran non perbankan yang menjadi terminal keluar masuknya uang harus mendapatkan izin dari BI setelah diadakannya penelitian mendalam.

Sanksi-sanki atas perbankan ini jika terbukti melakukan transaksi keuangan ilegal atau melakukan praktek meskipun berbadan legal, dapat dikenakan sanksi.

BI dapat mengenakan sanksi administratif: (1) teguran; (2) denda; (3) penghentian sementara, sebagian, atau seluruh kegiatan pelaksanaan kerja sama; dan/atau (4) pencabutan izin.

Sedangkan dalam pengkategorian pencucian uang, beberapa hal ini dapat kita lihat dari kesepakatan Indonesia dengan Financial Action Task Force (FATF).

Merujuk pada FATF, dalam konteks Indonesia terdapat Undang Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU) yang menjelaskan bahwa Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) meliputi :

1.Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola.
2. Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan; Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;
3.Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
4.Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

Selain itu, terdapat beberapa indikator umum yang termasuk dalam Transaksi Keuangan Mencurigakan, antara lain:

1.Tidak memiliki tujuan ekonomi dan bisnis yang jelas;
2. Menggunakan uang tunai dalam jumlah yang relatif besar dan/atau dilakukan secara berulang-ulang di luar kewajaran; atau
3. Aktivitas Transaksi nasabah di luar kebiasaan dan kewajaran.

Dari alur transaksi Pinjol Ilegal yang terjadi di Indonesia, terdapat Bank-Bank dan Lembaga-Lembaga Non Perbankan yang wajib dimintai keterangan oleh Kepolisian dan Bank Indonesia, karena lembaga-lembaga keuangan tersebut masuk dalam rantai transaksi kejahatan Pinjol Ilegal.

Selain itu tentu pihak Bank-Bank atau Lembaga-Lembaga Non Perbankan tersebut sudah pasti dapat mengetahui secara detil aliran keuangan yang ditransaksikan di dalam sistem keuangannya tersebut.[FNN]

*) Penulis: Yudi Syamhudi Suyuti, Koordinator Eksekutif JAKI (Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional)