Dimarahi Anggota DPR, Menteri Itu Ter-Diem Makarim

Oleh Asyari Usman

Sudah berlalu beberapa hari. Tapi, peristiwa itu adalah salah satu episode parlementer yang terbaik. Menteri super-pintar itu babak belur. Dia dihajar habis oleh sejumlah anggota DPR-RI Komisi X. Labrakan yang paling keras datang dari Anita Jacoba Gah dari Partai Demokrat dalam rapat di Senayan, Senin, 26/9/2022.

Anita sangat fenomenal. Di depan komisi yang antara lain membidangi masalah pendidikan itu, sang menteri super-hebat dibuat tak berkutik. Menteri kesayangan Presiden Jokowi itu senyap membatu ketika Anita menguliti pekerjaan Pak Menteri yang dinilai tidak berhasil.

Organisasi Bayangan (shadow organization) yang beranggotakan 400 orang, yang dibangga-banggakan oleh Nadiem Makarim di depan diskusi di markas PBB belum lama ini, juga disikat oleh Anita.

Kata Anita, “Orang luar negeri boleh bertepuk tangan karena mereka tidak tahu apa-apa. Tapi, kita di negeri ini, kita yang tahu.”

Ucapan Anita ini merujuk pada penjelasan Mendikbudristek tentang tim bayangan yang dipekerjakan di kementerian yang dipimpin oleh mantan “ketua Gojek” itu. Tim bayangan ini memang layak dipertanyakan. Keberadaannya di Kemendikbudristek boleh jadi menyenangkan Nadiem. Namun, sebaliknya organisasi bayangan itu membuat banyak ASN senior bawahan Pak Menteri yang merasa terhina.

Pertanyaannya, apakah pembentukan organisasi bayangan memang bisa menjadi solusi untuk memperbaiki atau mempercepat kinerja di bidang pendidikan? Menurut Anita, tim itu tidak ada gunanya. Anita menunjukkan bukti-bukti. Antara lain keterlambatan pembayaran gaji atau honor Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) alias pegawai kontrak. Banyak yang tidak dibayar berbulan-bulan.

Ada juga masalah bantuan kementerian untuk PAUD. Begitu pula dana BOS (bantuan operasional sekolah). Masih banyak masalah, ujar Anita. Jadi, apa yang dilakukan oleh tim bayangan yang beranggotakan 400 orang itu? Kembali Nadiem menjadi Ter-Diem Makarim.

Ini baru sebatas isu organisasional. Belum lagi politik pendidikan yang diterapkan oleh Nadiem. Banyak pihak yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan pendidikan menduga Nadiem menjalankan “hidden agenda” (agenda terselubung). Dia diduga kuat sedang menerapkan kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang bertujuan untuk mendangkalkan pengetahuan dan praktik agama di kalangan murid sekolah.

Agenda terselubung itu tampaknya berjalan. Belakangan ini ada semacam gerakan yang menyasar busana muslimah di semua tingkatan sekolah. Bahkan, menurut berbagai sumber, ada pihak yang berusaha menggugat anjuran sukarela yang meminta agar murid perempuan muslim mamakai rok panjang, baju tangan panjang, dan jilbab.

Ada kekuatan politik besar yang secara konsisten mempermasalahkan busana muslimah di sekolah. Salah satu parpol besar yang memang dihuni oleh para politisi anti-Islam memperlihatkan ketidaksenangan terhadap anak-anak sekolah yang berbusana muslimah.

Seorang politisi partai itu diduga sengaja mencari-cari kesalahan para pengelola sekolah yang murid perempuannya berjilbab. Politisi dimaksud menceritakan anak perempuan dari keluarga dekatnya dipaksa berbusana muslimah. Dia ingin mengesankan kepada publik bahwa murid-murid sekolah menengah yang berpakaian muslimah itu dipaksa oleh pihak sekolah. Padahal, semuanya diminta sukarela..

Di front lain, ada sejumlah LSM pembela liberalisme yang bertekad untuk. “membebaskan” murid-murid yang berjilbab agar mereka tidak lagi memakai busana muslimah. Nadiem sendiri adalah penganut kuat prinsip liberalisme itu. Jadi, sangat besar kemungkinan Pak Menteri gerah melihat murid-murid perempuan yang berbusana muslimah.

Publik patut curiga. Dan perlu curiga. Sebab, masa depan bangsa ini ada di tangan anak-anak sekolah yang hari ini ada pada fase penempaan moralitas. Moralitas adalah modal utama dan terbaik untuk Indonesia yang berkeadilan, dengan merit system, tanpa atau minim korupsi.

Kalau konten pendidikan sengaja menyingkirkan panduan moralitas keagamaan yang diamanatkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka bangsa ini akan sampai pada titik kekacauan. Termasuklah kekacauan spiritual, kekacauan sosial, dan juga kekacauan kultural. Aspek spiritual, sosial, dan kultural itu sangat bergantung pada penyemaian dan perawatan nilai-nilai moralitas keagamaan. Agama apa pun itu.