Edi Mulyadi, Prabowo dan Suku Dayak, Bersandar di Ibu Kota Baru

Di lain sisi, sosok Prabowo yang meninggalkan catatan hitam dan kelam bagi pendukungnya saat memilih bergabung dengan rezim Jokowi. Bukan hanya menggugurkan karakter kepemimpinannya semata. Tak lagi dipercaya sebagai sosok negarawan yang tegas dan berwibawa. Pendukungnya dan atau sebagian besar rakyat kini menganggapnya pecundang berjiwa kerdil. Menghapus kepribadiannya yang sempat dielu-elukan rakyat sebagai pemimpin negara yang mengaum bagai Macan di Asia. Prabowo kini macan yang mengeong ketika menghadapi realitas kebangsaan dan perbagai persoalan yang menimbulkan penderitaan rakyat. Boleh jadi satir Edi Mulyadi benar adanya, bahwasanya Prabowo telah jauh berubah.  Berubah karena kekuasaan dan kekuasaan yang merubahnya.

Dengan demikian, bagi Prabowo dan warga Kalimantan Timur. Manakah yang lebih merendahkan, melecehkan dan menghina baik kepada Prabowo maupun Warga Kalimantan Timur?.

Perampasan lahan hutan dan dampaknya yang telah membunuh peradaban lokal dan ekosistem lingkungan. Serta kedok oligarki dan borjuasi korporasi yang sejatinya adalah neo kolonialisme dan imperialisme. Mereka semua itu yang berpotensi menghancurkan NKRI?. Atau istilah Macan mengeong dan tempat itu yang harus dihadapi dengan perang?.

Bangkitlah seluruh rakyat Indonesia. Sadarlah dan gunakan akal sehat. Tetaplah mampu membedakan mana yang responsif dan mana yang reaksioner. Jangan biarkan terus negeri ini diselimuti kebisingan yang menutupi masalah mendasar dan krusial.

Semoga logika tidak ikut jungkir balik juga. (FNN)