Hancur-Hancuran Pindah Ibu Kota Negara

Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

AKHIRNYA DPR mengetuk palu persetujuan untuk UU Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur. Banyak pihak menilai pengesahan RUU ini tergesa-gesa, dipaksakan, dan sama sekali bukan untuk kepentingan rakyat. Pemerintahan Jokowi sangat berambisi dan telah sukses menaklukan DPR. Hanya Fraksi PKS yang masih bersikap beda. Fraksi yang merdeka dan memiliki martabat. Waspada akan akibat buruk  dari perpindahan itu bagi rakyat, bangsa, dan negara.

Negara ini memang sudah hancur-hancuran dimana kedaulatan rakyat sudah dihabisi. Rakyat hanya sekedar untuk diatasnamakan. Wakil Rakyat mati kutu di depan Pemerintah. Teriakan keras pada persidangan hanya pencitraan semata. Perpindahan Ibu Kota Negara hampir dipastikan tidak menyerap aspirasi rakyat. Bahkan rakyat telah terang-terangan ditelikung mentah-mentah. DPR berubah menjadi Dewan Perwakilan Rezim.

Rakyat berhak marah atas kongkalikong Pemerintah dengan DPR dalam upaya menggoalkan Undang-Undang yang sarat dengan kepentingan. Kejahatan terberat adalah membunuh Ibukota lama dan berspekulasi dengan ibukota baru. Spekulasi soal sumber dan kondisi keuangan, spekulasi kemampuan untuk memindahkan pegawai pemerintahan, spekulasi mengenai status sosial penduduk Ibu Kota Negara baru, dan yang paling berbahaya adalah spekulasi tentang keamanan Ibu Kota Negara tersebut.

Rakyat dipaksa patuh dan menuruti keputusan Pemerintah yang diberi stempel oleh DPR. Ini adalah cara mengelola negara khas kolonial. Penguasa yang memaksa dan berwajah penjajah. Rakyat pribumi ditempatkan sebagai budak yang harus taat. Pertanyaan mendasar adalah untuk siapa Ibu Kota Negara baru itu  ? Siapa yang mampu membeli tanah dan membangun rumah dan gedung-gedung  disana ? Siapa yang mampu membangun jaringan usaha di area yang benar-benar baru ? Pribumi atau pendatang kah  ? Etnis apa mereka itu?