Ibu Kota Baru Sebagai Syahwat Nekolim

Tak pernah secara esensi menikmati kemerdekaan dan kemandirian sebagai sebuah negara bangsa. Indonesia yang  menempatkan Jakarta sebagai dapur kebijakan penyelenggaraan negara. Harus pasrah pada kekuatan liberalisasi dan sekulerisasi baik yang dilakukan  oleh blok barat maupun blok komunis. Termasuk pemindahan ibukota negara yang  kental persekongkolan   kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikstifnya serta disinyalir ditunggangi oleh borjuasi korporasi dan atau kelompok non state.

Maka, dengan tak terbendungnya UU IKN yang menegasikan  suara rakyat dan kondisi negara yang sedang terpuruk itu. Sesungguhnya kebijakan ibu kota  baru itu juga menjadi penjajahan gaya baru berbalut konstitusi dan legitimasi negara. Tak cukup bermodal euforia masa lalu dan  wacana klasik, pemindahan ibu kota Jakarta ke Kalimantan Timur itu. Bisa dimaklumi juga sebagai metamorfosis sekaligus syahwat nekolim.

Terus berkesinambunan negeri merdeka yang terjajah. Menikmati ketidakberdayaan dalam kedaulatan NKRI. Selamanya, berani diam berani hidup tertindas. (FNN)