Jangan Penjarakan Edy Mulyadi

Melihat kasus Edy terakhir ini, bisa dibaca ini hanyalah upaya untuk membungkam aktivis-aktivis yang kritis kepada pemerintah. Elemen masyarakat Kalimantan harusnya faham bahwa saat ini adalah era kebebasan berpendapat. Era internet. Era media sosial. Dimana dalam zaman ini, kebebasan bersuara itu tidak bisa dibendung.

Edy adalah wartawan. Ia berhak menyuarakan pendapatnya terhadap suatu masalah. Pernyataannya tempat jin buang anak, mungkin menyinggung bagi masyarakat Kalimantan, tapi tidak untuk masyarakat Betawi atau Jakarta. Perkataan itu bagi masyarakat Betawi biasa saja. Dan seharusnya masyarakat Kalimantan meniru masyarakat Betawi. Tidak mudah tersinggungan.

Bila ada orang yang ngomong sedikit tersinggung, atau merasa terhina, bagaimana nanti kalau ibukota pindah beneran. Tentu akan banyak lagi bermunculan pernyataan-penyataan atau kalimat yang menyinggung masyarakat. Dan ini menunjukkan bahwa masyarakat Kalimantan ‘tidak siap’ untuk menjadi ibukota baru.

Masyarakat ibukota sebagai ‘melting pot’ bagi suku-suku di Indonesia, harus bersikap terbuka. Egaliter. Ia harus terbuka terhadap pemikiran yang berkembang di masyarakat. Ia harus terbuka terhadap gagasan-gagasan yang bagus untuk masyarakatnya.

Pihak kepolisian juga harus adil dalam masalah Edy ini. Polisi harus mempertimbangkan status Edy sebagai wartawan dan sebagai warga negara yang berhak untuk menyampaikan pendapatnya. Pasal 28 UUD 45 harus dipegang teguh. Ia seharusnya tidak bisa dikalahkan dengan pasal karet yang ada di KUHP atau UU ITE.

Bila Edy dijadikan tersangka dan dipenjara karena kasus ini, maka menunjukkan bahwa bangsa ini telah hilang kebebasan berpendapatnya. Dan bangsa yang hilang kebebasan berpendapatnya tidak akan menjadi negara maju. Masyarakat menjadi takut menyampaikan gagasannya dan ide-ide yang muncul hanya yang ‘yes man’ atau pro pemerintah. Apakah negara seperti ini yang kita kehendaki? Negara yang menyalahi konstitusinya sendiri, pasal 28 UUD 1945. State of Fear. Wallahu Azizun Hakim.

*Anggota MIUMI dan MUI Depok.