Kanjuruhan Malang, Potret Kemalangan Negeri Karena Arogansi dan Perilaku Aparat Nir Empati

 


Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.*

Advokat

“In order to protect the players and officials as well as maintain public order, it

may be necessary to deploy stewards and/or police around the perimeter of the

field of play. When doing so, the following guidelines must be considered:_

a) Any steward or police officer deployed around the field of play is likely to be recorded on television, and as such their conduct and appearance

must be of the highest standard at all times.

*b) No fi rearms or “crowd control gas” shall be carried or used.*

*[FIFA Stadium Safety and Security Regulations, Article 19]*

Miris dan prihatin, sepak bola yang semestinya menjadi ajang penguatan kohesi sosial masyarakat, sarana hiburan dan peningkatan kompetensi olah raga nasional, malah menjadi petaka dan bencana. Celakanya, petaka tersebut diduga karena ulah aparat yang arogan, nir empati, mengabaikan prosedur dan serampangan dalam menggunakan gas air mata.

Sebanyak 127 orang dilaporkan meninggal dunia dalam tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pascapertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta dalam jumpa pers di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (2/10), mengatakan dari 127 orang yang meninggal dunia tersebut, dua di antaranya merupakan anggota Polri.

Nico menjelaskan sebanyak 34 orang dilaporkan meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, sementara sisanya meninggal saat mendapatkan pertolongan di sejumlah rumah sakit setempat. Menurutnya, hingga saat ini terdapat kurang lebih 180 orang yang masih menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit tersebut.

Namun tidak berselang lama, jumlah korban dikabarkan bertambah. Menurut data BPPD Jatim sebagaimana disampaikan Emil Dardak, Korban meninggal dunia mencapai 174 jiwa, 11 orang luka berat dan ada 298 orang lainnya luka ringan. Dikabarkan ada 8 rumah sakit rujukan untuk para korban, yakni RSUD Kanjuruhan, RS Wava Husada, Klinik Teja Husada, RSUD Saiful Anwar, RSI Gondanglegi, RSU Wajak Husada, RSB Hasta husada, dan RSUD Mitra Delima.

Banyak pihak yang mempersoalkan penggunaan gas air mata oleh aparat polisi dalam menangani keamanan diruang stadion. Karena FIFA secara tegas melarang penggunaan gas air mata dalam stadion.

Aturan tersebut tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulation pada Pasal 19 Huruf B. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa gas air mata dan senjata api dilarang keras dibawa masuk ke dalam stadion, apalagi digunakan untuk mengendalikan massa.

Hal itu dilakukan dengan tujuan Untuk melindungi para pemain dan ofisial serta menjaga ketertiban umum. Bahkan, dalam pasal 19a ditegaskan bahwa petugas polisi manapun yang ditempatkan di sekitar lapangan permainan agar terekam di televisi, agar perilaku dan penampilan mereka harus memiliki standar tertinggi setiap saat.

Namun, sayangnya Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur, Irjen Nico Afinta mengatakan bahwa penembakan gas air mata kepada suporter Aremania di atas tribun saat terjadi kericuhan sudah sesuai prosedur. Padahal, membekali aparat dengan pelontar dan peluru gas air mata itu sendiri merupakan pelanggaran prosedur, apalagi terbukti digunakan untuk menembaki penonton dan suporter yang ada di tribun.

Semestinya, jika aparat membaca dan paham aturan FIFA Stadium Safety and Security Regulation, khususnya pada pasal 19 Huruf B, maka aparat sudah pasti wajib tidak boleh dibekali senjata pelontar dan peluru gas air mata. Apalagi, bukan hanya melanggar dengan membekali gas air mata, melainkan juga terbukti melakukan penembakan denga gas air mata.

Bukan hanya itu, faktor determinan jatuhnya korban di stadion Kanjuruhan diduga oleh kepanikan atas tembakan gas air mata, desak-desakan, jatuh terinjak injak dan kurangnya asupan oksigen didalam stadiun juga sesak nafas akibat terdampak gas air mata. Secara kausalitas, kelalaian petugas dan penggunaan gas air mata menjadi faktor pemicu jatuhnya korban.