KH Luthfi Bashori: Tokoh Nyeleneh dan Menentang Syariat Itu, Bukan Panutan yang Pantas Diikuti

Realita ini sangat kontradiksi dengan perilaku Sang Oknum pengguna gelar karbitan, yang tidak jarang dalam praktek `ritualnya` sengaja menggaet masyarakat kelas bawah, menengah, bahkan kalangan atas, dengan kemahirannya berdiplomasi dan tutur bahasa yang menarik disertai `bumbu-bumbu` tertentu untuk `menundukkan` calon `mangsa`nya.

Biasanya `ritual` yang diperagakan, tiada lain hanyalah sebagai kedok untuk memuluskan `ambisi` pribadinya. Bisa jadi mencari uang, fasilitas, ketenaran atau kedudukan.

Runyamnya, banyak masyarakat awwam terperdaya, hanya karena melihat penampilan, gaya tutur kata, keberaniannya saat mendekati `calon mangsa`, atau terkadang masyarakat hanya sekedar melihat garis keturunan, tanpa mau menyeleksi secara jeli, benar, dan mendasar tentang hakikat keilmuan dan akhlaq keulamaan Sang Oknum.

Dengan adanya figur oknum semacam ini, maka seringkali `institusi Ulama` berpredikat Kiai, Gus, Lora, Buya, Habib, Tuan Guru, Ustadz dan semisalnya, yang benar-benar original sesuai dengan `rukun dan syarat` -nya, akan menjadi tercemari.