Lawan Konversi Pertalite ke Pertamax, Lawan Penindasan Terhadap Hak-hak Rakyat

 


 

Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik

Berulangkali rezim ini mengeluh APBN terbebani subsidi BBM, pemerintah merasa berat, sehingga meminta rakyat berempati, mau mengerti dan ridlo BBM dinaikan. Tapi rezim ini tidak pernah mau mengerti, memahami apalagi berempati pada beban rakyat yang sudah begitu berat. Bahkan, saat pandemi ada rakyat yang sampai bunuh diri karena khawatir dengan hidupnya.

Rezim ini minta rakyat mau dinaikan BBM, rakyat menolak. Kini, rezim memutar otak, memaksa rakyat konsumsi pertamax dengan modus aplikasi dan bar code. Mereka tega menpersulit rakyat, demi merogoh kocek rakyat lebih besar akibat terpaksa belanja pertamax yang sudah lebih dulu dinaikan, dengan modus mempersulit belanja pertalite.

Ini bukan hanya soal dipaksa belanja pertamax. Tapi ini soal rakyat dipaksa memanggul beban lebih berat, bukan hanya karena harus konsumsi pertamax tetapi juga harus menanggung beban kenaikan harga harga kebutuhan pokok akibat naiknya biaya transportasi.

Sementara rakyat diperas, rezim tidak mau batalkan proyek IKN yang tak penting. Gaji pejabat juga tidak mau dikurangi, mereka hanya fokus mencari cara untuk merogoh kocek dari kantung rakyat.

PPN sudah dinaikan menjadi 11 %. Kini BBM dipaksa ke pertamax yang sudah naik hingga Rp 13.000 per liter. Harga minyak goreng masih mahal, sembako pada naik harganya. Apakah rakyat mau terus diam dalam keadaan tertindas ?

BBM itu barang primer, hak rakyat. Dulu saat minyak mentah dunia turun sampai US$ 20 Per barel, rakyat tidak pernah dapat harga BBM murah. Tapi kini, dalih harga minyak dunia BBM mau dinaikan.

Sebenarnya mereka ini pemimpin atau penjahah ? mau melayani rakyat atau mau jadi kompeni ? tidak cukup puas melihat derita rakyat selama ini ?

Dan luar biasa, untuk memecah persatuan rakyat program aplikasi dan bar code di distribusikan secara berkala di sejumlah daerah. Awalnya program ini akan diterapkan di Kota Bukit Tinggi, Kab. Agam, Kab. Padang Panjang, Kab. Tanah Datar, Kota Banjarmasin, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kota Manado, Kota Yogyakarta, dan Kota Sukabumi.

Namun jika rakyat tidak melawan, program modus ini akan merembet diterapkan di daerah lainnya, dengan strategi ‘makan bubur’ dan akhirnya meliputi seluruh wilayah Indonesia. Akhirnya, rakyat tidak mampu melakukan perlawanan, karena kekuatannya dipecah-pecah.