Menagih Janji Kapolri, Menyerahkan Novum KM 50, Menuntut Proses Hukum Pelanggaran HAM Berat Via Pengadilan HAM Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM

Dalam surat pengantar yang kami kirim kepada Kapolri, kami sampaikan kepada Kapolri hal-hal sebagai berikut :

1. Bahwa Dalam kasus KM 50, ada 3 pintu untuk menemukan novum (bukti baru), yaitu : 1. Buku Putih, 2. Putusan Habib Bahar, 3. Audit Satgasus. Melalui Surat ini kami serahkan novum (berupa Buku Putih dan Salinan Petikan Putusan Habib Bahar Bin Smith) agar dapat menjadi dasar membuka kembali kasus KM 50.

2. Bahwa telah kami tegaskan, peristiwa KM 50 yang telah disidik dan diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hanya dagelan, tidak mengungkap peristiwa yang sesungguhnya, karena perkara tidak diperiksa berdasarkan ketentuan UU No 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.

3. Bahwa Peristiwa KM 50 yang mengakibatkan terbunuhnya 6 (enam) pengawal HRS sesungguhnya adalah pelanggaran HAM berat, yang harus diadili dengan UU No 26/2000 tentang pengadilan HAM, sebagaimana telah termuat dalam kesimpulan & tuntutan Buku Putih Pelanggaran HAM berat Pembunuhan Enam Pengawal HRS, yang diterbitkan oleh Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan/TP3 (Novum).

4. Bahwa kami mendukung Kapolri untuk mengusut ulang peristiwa KM 50 dengan kerangka adanya pelanggaran HAM berat, membentuk Tim Khusus (Timsus) dan Inspektorat Khusus (Itsus) termasuk melibatkan Komnas HAM agar melakukan penyelidikan ulang pada kasus KM 50 karena adanya pelanggaran HAM berat, berdasarkan kesimpulan & tuntutan yang ada pada Buku Putih (Novum).

5. Bahwa keberadaan Satgasus Merah Putih diduga juga terlibat pada peristiwa KM 50 karena didalam personel Satgasus memuat nama Ferdy Sambo. Ferdy Sambo ketika itu masih berstatus polisi berpangkat Irjen yang menjabat Kepala Divisi Propam Mabes Polri yang memeriksa polisi yang dalam peristiwa KM 50 selaku pemeriksa polisi yang terlibat dalam pembunuhan 6 pengawal HRS dengan hasil nihil. Terlebih lagi, sejak tahun 2020 Ferdy Sambo menjabat Kepala Satgasus Merah Putih, yang terbukti terlibat dalam pembunuhan berencana dan melakukan rekayasa pada kasus tewasnya Brigadir Novriansyah Josua Hutabarat.

6. Bahwa oleh karena itu, penting dan mendesak untuk dilakukan audit terhadap Satgasus merah putih, baik audit kinerja maupun keuangan, baik terhadap kegiatan yang telah, sedang dan akan dilakukan Satgasus, termasuk mengaudit seluruh anggaran dan bukti-bukti kegiatan penyelidikan dan/atau penyidikan yang dilakukan Satgasus Merah Putih, untuk melihat lebih detail dan teliti atas adanya dugaan keterlibatan Satgasus Merah Putih dengan peristiwa KM 50.

7. Bahwa karena Satgasus adalah lembaga dibawah institusi Polri yang menggunakan anggaran APBN yang terkategori keuangan negara, maka penting bagi Kapolri untuk melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dilibatkan dalam rangka mengaudit keuangan Satgasus Merah Putih.

8. Bahwa ada dugaan personel Satgasus melakukan tindakan atau perbuatan yang melawan hukum dan/atau menyalahgunakan wewenang yang dapat merugikan keuangan negara, sehingga berpotensi melanggar ketentuan pasal 2 dan 3 UU Tipikor (UU No 31 tahun 1999 Jo UU No 20 tahun 2001), maka penting bagi Kapolri untuk melibatkan Komisi Peberantasan Korupsi (KPK).