Mengadu ke KPK Dilaporkan ke Polisi, Belajar Hukum Lagi Bos

By M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebanggaan

MENGABDI membabi buta menyebabkan hilang kesehatan pemahaman hukum. Main labrak dan berharap perlindungan atau dukungan kekuasaan. Laporan Ketua Umum Jokowi Mania (Joman) Immannuel Ebenezer kepada Kepolisian atas pelaporan atau pengaduan dosen UNJ Ubaidillah Badrun ke KPK adalah melabrak hukum. Jikapun Kepolisian menerima, maka tetap tidak boleh memprosesnya.

Kasus yang diadukan oleh masyarakat atau dilaporkan ke KPK harus diproses lebih dulu, setelah berujung hasil, baru terbuka upaya hukum berikut. Termasuk “laporan palsu”. Itupun harus dilakukan dari pihak Terlapor yang dalam hal ini Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep. Bukan pihak lain seperti Immanuel Ebenezer. Apalagi mengaitkan dengan delik fitnah. Delik fitnah adalah “klacht delict” atau delik aduan, boss.

Pengaduan masyarakat ke KPK atas dugaan korupsi yang dilakukan seseorang terbuka seluas-luasnya atas dorongan dan perlindungan Undang-Undang. UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur peran serta masyarakat untuk membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi (Pasal 41).

Anggota masyarakat memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi (Pasal 41 ayat 2 butir a). Demikian pula terjamin pelapor/pengadu untuk memperoleh perlindungan hukum (Pasal 41 ayat 2 butir e). Bahkan Pemerintah harus memberi penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan atau pengungkapan tindak pidana korupsi (Pasal 42 ayat 1).