Mengapa Bukan Israel Yang (Harus) Menyerang Libya?


Hebat sekali negara ini. Luasnya hanya beberapa puluh ribu meter persegi. Diapit oleh seluruh penjuru negara muslim di Timur Tengah, dari mulai Lebanon di sebelah utara, Suriah di sebelah Timur Laut, Yordania di sebelah Timur, dan Mesir di sebelah Barat Daya. Israel pun berada di kelilingi laut tengah, hamparan laut Meditertania terpampang menyaksikan kebesarannya.

Namun uniknya, di tengah kecamuk yang menimpa tetangganya seperti Suriah, Bahrain, Yaman, bahkan Saudi, negara ini tetap tegak berdiri. Tidak ada demo masa, tidak ada kelompok dan sekte meminta pemimpinnya untuk turun tahta, bahkan di tengah konflik yang menimpa hampir Negara muslim di Timur Tengah, Israel berhasil mengadakan Festival Turisme terbesar di Timur Tengah pada tahun ini. Mereka melakukan promosi panorama Tel Aviv dengan menggelar pameran Opera dan Jazz.

Tidak tanggung-tanggung, mereka mengundang Bon Jovi, Andrea Bocceli, The Doors, bahkan anak remaja yang sedang top, Justin Bieber. Semua itu dilakukan di tengah rudal sekutu meluluh-lantahkan Irak, Sudan, Afghan, Libya, dan jantung Palestina, Gaza.

Israel bahkan bisa dikatakan negara yang stabil di sekitaran Timur Tengah, bahkan dari Qatar sekalipun. Di tengah Libya dalam ambang terpecah menjadi dua, di tengah Sudan sudah dipisahkan letak geografis antara Selatan dan Utara, ditengah Bahrain sudah dikavling dengan blok Suni-Syiah. Israel justru menambah batas geografinya dan terpisah dari lokalisasi sekte Yahudi.

Israel bahkan ada dalam daftar Negara “bersih dari dosa” dalam kasus Revolusi Timur Tengah. Di tengah sahabat-sahabatnya seperti Amerika Serikat dihina habis-habisan akibat perannya yang terlalu jauh mengintervensi Mesir. Di tengah Inggris dimusuhi oleh oposisi Libya karena mengendap-endap masuk Benghazi, bahkan ditengah cemoohan kepada Perancis yang melancarkan pesawatnya ke Libya, Israel dengan duduk tenang menunggu laporan dari keberhasilan NATO dan DK PBB tentang perkembangan di Libya.

Ia tidak perlu bersusah payah menyiapkan tank-tank besar, F-16, Tomahawk untuk meluluhlantahkan Libya, karena semua tugas itu sudah dengan sukses dijalankan oleh negara-negara yang “dimanfaatkan oleh Israel.

Peran Tersembunyi Israel dalam Konflik Timur Tengah

Kita masih ingat kasus pecahnya Irak. Negeri muslim kaya minyak ini diinvasi Israel secara halus dengan membiayai persenjataan milisi kurdi untuk berpisah dengan Irak. Pelatihan penanganan teroris Israel yang diberikan kepada tentara keamanan digunakakan pasukan khsusus Kurdi dibawah arahan Amerika. Di Somalia, pada tahun 2007 Israel menjadi penasehat utama para gerilyawan yang telah membunuh seribu rakyat sipil.

Tidak tanggung-tanggung, mereka dipersenjatai dalam skala besar-besaran hingga mencapai 1,5 Miliar Dolar hanya untuk menjatuhkan rezim yang berkuasa di Mogadishu. Bahkan sampai tahun 2010, Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan tim keamanan nasionalnya mendukung rencana yang didukung Amerika atas lobi Israel untuk mendirikan pasukan polisi lokal di seluruh negeri.

Bahkan di Mesir tanpa diketahui banyak orang, Tel Aviv tercatat berkali-kali dalam daftar kontak dengan Hosni Mubarak dan memintanya mundur dengan mengalihkan tampuk kepimpinan dibawah kendali Militer. Namun opini kadung berkembang, Israel seakan-akan tidak terlibat terlampau jauh. Siapa yang memberitakan Israel berada dalam pragmatisme kejatuhan Mubarak? CNN, AFP, Reuters? Tidak ada sama sekali.

Dalam kepentingan minyak di Libya misalnya, siapakah yang sibuk mengatur minyak disini? Israelkah? Justru kemudian Amerika Serikat yang memberlakukan sanksi sepihak terhadap 14 perusahaan Libya, yang dimiliki oleh Perusahaan Minyak Nasional Libya yang menjadi perusahaan minyak utama milik pemerintah dan pundi keuangan utama untuk rezim Qaddafi.

Siapa pula yang kemudian sangat sibuk mengatur urusan Libya dan menghabisi Khadafi? Israel? Para pemimpin Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis-lah yang kemudian melakukan pembicaraan telepon untuk menyepakati bahwa NATO harus mengambil peran utama dalam operasi militer di Libya.

Bayangkan begitu tertutupnya peran Israel disana. Seakan-akan Israel berandil minim kalau tidak mau disebut tisak sama sekali dalam konflik antara Qaddafi dengan Sekutu. Padahal Israel-lah yang sangat bekepentingan terhadap isu Libya, karena dalam skenario-nya Libya akan dijadikan penguatan basis pertahanan Israel untuk mematangkan rencana mereka menguasai basis Geopolitik Timur Tengah.

Dengan membumikan kepentingan zionis atas Libya, Mesir, Tunisia, Al Jazair, Somalia, dan Sudan, akan mengukuhkan jalur kekuatan ekonomi Israel dan otomatis membentuk tatanan dunia baru yang semakin menghegemoni. Israel juga akan menjepit posisi Palestina dalam kekuatan yang selama ini tidak dilakukan Qaddafi, terlepas Qaddafi juga tidak lebih sama dengan Mesir yang hanya diam dan kebanyakan beretorika mendukung penguatan posisi Palestina atas Israel.

Bukti nyata itu sudah jauh-jauh hari dilakukan oleh Israel untuk melobi Amerika melakukan penyerangan dan mendukung para pemberontak Libya. Salah satunya, dimainkan oleh senator AS, Joseph Lieberman, seorang aktor lobi Yahudi, yang menulis sebuah resolusi agar Amerika Serikat mengakui dewan pemberontak Libya sebagai pemerintah yang sah seperti yang telah Perancis lakukan.

Israel Akan Bermain di Dua Posisi Untuk Melemahkan Kaum Muslim

Lalu dimanakah peran Israel disini? Sebaiknya kita jangan mudah terkecoh ketika melihat Israel berada menyokong pasukan koalisi melawan pemerintahan Qaddafi. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Ehud Barak serta Menteri Luar Negeri Avigdor Lieberman, dikabarkan telah mengadakan pertemuan tripartit pada 18 Februari dan menghasilkan keputusan untuk merekrut tentara bayaran Afrika agar bersama pasukan pro-Qaddafi melawan para demonstran Libya.

Dalam analisis penulis, hal ini dilakukan dalam dua kepentingan. Pertama Israel bukan bermaksud mendukung rezim Qaddafi, tapi semata-mata bertujuan untuk mengadu domba antara sesama warga muslim di Libya. Kenapa ini dilakukan? Kita akan masuk pada pendapat kedua, karena Israel tahu betul sebuah kekuatan milisi muslim akan sangat berpotensi memimpin Libya setelah Qaddafi tumbang. Libya adalah negara Timur Tengah yang berpotensial menciptakan basis-basis mujahidin melawan hegemoni Israel. Hal ini juga belum terhitung pemberontakan dari kalangan nasionalis yang memang menaruh rasa benci terhadap zionisme.

Dalam pertemuan itu dikabarkan pula bahwa para petinggi Israel menyetujui permintaan dari jenderal Yisrael Ziv, salah seorang direktur konsultan keamanan yang beroperasi di banyak negara Afrika, untuk mengembangkan pasukan para militer bayaran dari Guinea, Nigeria, Chad, Mali, Senegal, Republik Afrika tengah serta pemberontak Darfur dan Sudan Selatan.

Akhirnya, ketika sesama muslim bertikai, ketika semua kekuatan berhasil dibenturkan satu sama lain, ketika dominasi calon musuh sudah dapat terdeteksi, yakinlah tidak ada kekuatan mayoritas untuk membangun Islam lebih kuat lagi. Kalau memang sudah begini kenyataannya, betul kita memang harus bertanya ulang: Mengapa Bukan Israel Yang (Harus) Menyerang Libya? (pz)