Menggugat Penjajahan Negara Dan TKA China

Ketiga, sejalan dengan butir kedua di atas, TKA yang akan bekerja di Indonesia perlu mendapat visa 311 dan 312. Namun hal ini sengaja dihindari karena perlu memenuhi berbagai syarat seperti skill, waktu dan biaya pengurusan, serta pengenaan pajak.

Ternyata para pemberi kerja, pemerintah dan para TKA sengaja menghindari penggunaan visa 311 dan 312. Rekayasa dan konspirasi ini jelas pelanggaran hukum yang serius.

Keempat, mayoritas TKA China yang dipekerjakan hanyalah lulusan SD, SMP dan SMA, serta bukan tenaga terampil sesuai aturan pemerintah, tetapi pekerja kasar.

Ini jelas melanggar aturan dan merampok hak tenaga kerja pribumi mendapat pekerjaan. Padahal Permenaker No.10/2018 antara lain mengatur syarat TKA, berupa: 1) memiliki pendidikan sesuai kualifikasi; 2) memiliki sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja 5 tahun; 3) mengalihkan keahlian kepada Tenaga Kerja Pendamping; 4) memiliki NPWP bagi TKA; 5) memiliki ITAS (izin tinggal terbatas) untuk bekerja, diterbitkan instansi berwenang; 6) memiliki kontrak kerja untuk waktu tertentu dan jabatan tertentu.

Pada smelter Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), dipekerjakan TKA lulusan SD 8 persen, SMP 39 persen dan SMA 44 persen. Lulusan D3/S1 hanya 2 persen dan berlisensi khusus 7 persen.

Kondisi lebih parah terjadi pada perusahaan smelter Obsidian Stainless Steel (OSS) yang mempekerjakan TKA lulusan SD 23 persen, SMP 31 persen dan SMA 25 persen. Lulusan D3/S1 17 persen dan TKA berlisensi khusus 4 persen.

Para TKA China di VDNI dan OSS, Morosi Sulawesi Tenggara ini, sejak awal tidak jelas tentang jenis visa yang digunakan, fungsi dan jabatan pemegang visa. Hal ini melanggar Pasal 38 UU No.6/2011 tentang Keimigrasian.

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) pernah berdalih TKA China perlu didatangkan karena tenaga kerja lokal tidak memenuhi syarat.

Kata LBP: “Kita lihat banyak daerah-daerah (penghasil) mineral kita pendidikannya tidak ada yang bagus. Jadi kalau ada banyak yang berteriak tidak pakai (tenaga kerja) kita, lah penduduk lokalnya saja pendidikannya enggak ada yang bagus. Misalnya saja matematika rendah,” pernyataan itu diutarakan pada Selasa (15/9/2020).

Dalih LBP yang membela perusahaan China yang didukung oligarki di atas sangat sumir, manipulatif sekaligus menyakitkan. Tenaga lokal lulusan SMA, D3 dan S1 tersedia melimpah di Sulawesi dan Jawa. Apalagi sekadar lulusan SD, SMP dan SMA! Padahal faktanya VDNI mempekerjakan TKA lulusan SD 8 persen, SMP 39 persen dan SMA 44 persen.

Sedang di OSS, TKA lulusan SD mencapai 23 persen dan SMP 31 persen!

Inilah salah satu bentuk perlindungan pejabat negara kepada perusahaan asing China, sekaligus fakta perendahan martabat dan kemampuan bangsa sendiri.

Kelima, meskipun bekerja di Indonesia, gaji TKA China lebih besar signifikan dibanding gaji pekerja pribumi. Hal ini mengusik rasa keadilan, sekaligus penghinaan terhadap rakyat sendiri.