Pendaki Gerung

Pendaki Gerung

Foto: Disway

eramuslim.com

oleh Dahlan Iskan

PUN yang paling benci Rocky Gerung. Pasti ingin tahu seperti apa rumahnya itu: yang heboh itu. Setidaknya 50 persennya. Paling tidak di dalam hati.

Saya juga ingin tahu. Anda sudah tahu: tingkat keseriusan sebuah keinginan itu akan tecermin pada kegigihan usahanya. Kegigihan itu akan –meminjam istilah Al Kitab– mewujud pada tingkat pencapaian.

Saya mencapai apa yang saya inginkan itu: ke rumah Rocky Gerung. Tingkat keinginan saya memang –ibarat kadar dalam logam emas– 22 karat. Itu yang membuat saya bisa tiba di sana. Terlalu banyak orang yang punya keinginan, tapi sebenarnya hanya berkadar 18 karat –atau bahkan ada yang tidak berkarat sama sekali.

Anda juga sudah tahu: tidak sedikit orang yang ingin sukses. Hanya saja kadar keinginan itu yang membuat mereka tidak bisa mencapainya: hanya 18 karat.

Saya memang selalu tertarik pada orang yang punya hobi panjat gunung. Seperti Rocky Gerung itu. Yang badannya pasti terjaga langsing. Yang sikapnya pasti pro-lingkungan. Yang kemampuan menahan dirinya –terutama pada naluri kerakusan manusia– seperti seorang sufi.

Yang ia tidak terlihat bersikap sufi adalah kalau lagi bicara di media: tidak pernah mau mengalah. Ia bisa adu mulut dengan siapa saja sepanjang apa saja. Ia sudah biasa adu pikiran –yang lebih sulit dari sekadar adu mulut.

Yang jelas Rocky Gerung sudah sangat biasa menghadapi penderitaan, kesulitan, dan ancaman. Seluruh gunung di Indonesia sudah ia daki. Pun banyak gunung di dunia.

Pernah, selama lima tahun, ia mendaki Himalaya hampir setiap tiga bulan. Lewat Nepal. Yang sudah mencapai ketinggian 6.000 meter saja setidaknya lima kali.