Presiden di “Samping” Jalan

Oleh: Sutoyo AbadiKoordinator Kajian Politik Merah Putih

 

SEPENGGAL kalimat Umar bin Khattab setelah ditunjuk sebagai Khalifah kedua: Saudara-saudara! Aku hanya salah seorang dari kalian. Kalau tidak karena segan menolak tawaran Khalifah Rasulullah (Abu Bakar) aku enggan memikul tanggung jawab ini. Ya Allah, aku ini sungguh keras, kasar, maka lunakkanlah hatiku. Ya Allah aku sangat lemah, maka berikanlah kekuatan. Ya Allah aku ini kikir, jadikanlah aku dermawan bermurah hati.

Saudara-saudara, aku telah diangkat menjadi pemimpin bukanlah karena aku yang terbaik diantara kalian semuanya, untuk itu jika aku berbuat baik bantulah aku, dan jika aku berbuat salah luruskanlah aku……. Patuhlah kalian kepadaku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Jika aku durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka tidak ada kewajiban bagi kalian untuk mematuhiku…

Catatan di atas hanya sekilas sebagai kaca benggala: Presiden kita, Joko Widodo, ketika rakyat ingin meluruskan dari kekeliruan kebijakan yang diambil, bahkan hanya sekedar kritik mengingatkan, langsung dipersekusi, tangkap, dan ditahan.

Semua rakyat harus jadi loyalis buta-tuli atas apapun itu benar atau salah.

Presiden selalu mengucapkan bahwa dirinya taat pada konstitusi, bermacam- macam narasi ingin bersama rakyat untuk rakyat.

Pada saat bersamaan banyak UU titipan oligargi bermunculan, bukan hanya mengabaikan suara rakyat, berujung pada banyak masalah menjadi liar tak bisa diselesaikan, ujungnya hanya membuat susah dan penderitaan rakyat.