Presiden di “Samping” Jalan

Keinginan memperpanjang masa jabatan dan atau masa jabatan tiga periode, sudah dicegat rakyat masih saja bermanuver. Telah diingatkan bahaya hutang untuk membangun infrastruktur diabaikan sehingga sinyalnya akan berahir berantakan. Carut marut dalam tata kelola negara terus ditutup dengan tebar pesona dan pencitraan.

Kesan Presiden tidak amanah, plin-plan, ambisi pada kekuasaan melekat pada dirinya selalu tidak konsisten. Celakanya kesan sebagai Presiden boneka oleh masyarakat sudah tidak mungkin bisa dihapus lagi dari benak pikiran rakyat.

Ekonomi berantakan, hutang menggunung, korupsi merambah di semua level dari pusat sampai desa telah menjadi perilaku buruk dan budaya hitam pekat. Wajar gempuran dari para ahli dalam berbagai bidang keahlian dan politisi yang terus menerpa dirinya. Semakin banyak ruang tembak tertuju padanya, sementara makin banyak rakyat yang kecewa.

Serangan dari masyarakat muncul tanpa henti membuat keki Jokowi di mata masyarakat. Setiap kebijakan selalu berakhir mengundang pro kontra akibat kebijakan yang mangrotingal tidak jelas ujung sasarannya.

Di atas penderitaan rakyat, para pejabat negara hidup berpesta pora asyik dengan jalan hidupnya sendiri-sendiri yang hedonis dan terus memperkaya diri.

Koalisi gemuk andalannya sebagai pelindung dan pengaman kebijakannya itu ambyar. Mereka keluar bermain catur mengatur di balik layar kekacauan yang makin merambah kemana-mana.

Semua pembantu para menterinya bebas dengan orkestrasi sesuai selera, hobi dan kepentingan dengan targetnya masing masing hampir semua sudah lepas dari kendali dan kontrol Presiden.

Para pimpinan partai dan petinggi pengendali partai sedang bersolek, untuk mendandani diri agar terlihat menarik di mata rakyat. Suara kartun berbalik arah banyak politisi bersolek dengan kebesaran simbol simbol agama.