Presiden di “Samping” Jalan

Jokowi, terjebak dalam dilema, ia berada di persimpangan jalan. Maju kena mundur kena – masalah rumit datang silih berganti, Jokowi akan semakin tantrum dan bingung, galau, bingung dan resah. Menjadi sasaran tembak, lurus mengarah pada jantung dan pikirannya.

Seperti tengah berdiri di perapian, bara api yang menyala-nyala. Salah langkah akan terbakar, salah menentukan kebijakan akan “habis” di mata netizen.

Politik hanya berhitung saat menguntungkan akan merapat dan akan segera Presiden saat merasa sudah tidak berguna, bahkan dalam hitungan politik akan merugikan.

Tidak ada teman yang abadi mendampingi, yang ada adalah kepentinganlah yang abadi. Orang benar dan tuluspun akan masuk dalam arus penurunan kepercayaan.

Sekarang ini adalah hari hari yang melelahkan bagi Jokowi, tidak mudah merangkul masyarakat yang sudah terluka. Apapun kebijakannya akan mendapat penolakan dan perlawanan rakyat. Menyerah dan meletakkan jabatan saat ini atau nanti sama saja akan berakhir dengan nestapa.

Mungkin tidak pernah membaca sepenggal pidato awal Khalifah Umar bin Khatab, saat akan mengemban amanah sebagai Khalifah, sebagai pondasi menjalankan amanah sebagai Presiden.

Semua akan berakhir. Jika melihat kantung mata Jokowi, dan tidak semakin gemuk tubuhnya, ia tengah berada dalam situasi dilema, seperti makan buah simalakama, serba tidak nyaman, penuh resiko. [FNN]