by M Rizal Fadillah
Pidato Presiden terlantik, sebelumnya terpilih, Prabowo Subianto cukup bombastis dan jika tidak melihat track record, maka pidato itu mengagumkan. Semua konten dinisbahkan demi rakyat, pemerintahan bersih dan mendorong agar rakyat berdaulat. Merdeka dari tekanan dan ancaman siapapun. Pokoknya hebatlah. Ada yang menyamakan dengan pidato Soekarno segala. Harapan digantungkan sangat tinggi.
Harapan itu mulai sirna dengan cepat setelah Prabowo mengumumkan susunan kabinet gembrot. Ini menjadi prestasi awal dalam hal penggemukan. Kabinet bercitra daging eh dagang sapi. Sudah Menteri dan Wamen numpuk ditambah lagi dengan jabatan Utusan Khusus Presiden yang isinya antara lain Gus Miftah, Raffi Ahhmad dan Zita Anjani anak Zulhas.
Para Menteri di posisi strategis ternyata diisi oleh wajah-wajah orde lama, orde Jokowi. Orde yang telah terbukti apkiran dan berjalan disorder.
Pidato menggebu hanya bumbu untuk mengambil keputusan abu-abu alias cemen.
Baru satu hari pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo sudah dikangkangi Gibran. Tanpa ba bi bu tiba-tiba Gibran menerima kunjungan Wakil Presiden RRC di Kantor Wapres yang dilanjutkan dengan makan siang bersama. Wapres Han Zheng dan Gibran menyatakan akan memperkuat kerjasama kedua negara.
Manuver politik brutal mulai dimainkan.
Presiden Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto tampaknya bertekuk lutut di bawah kaki Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Ada penampakan Jokowi di belakang membayang.
Pidato hebat langsung melempem kaya kerupuk bukan saja saat takluk pada titipan Jokowi soal Kabinet, tetapi juga pada permainan atau manuver politik kunjungan Wapres RRC. Jokowi ternyata bawa-bawa China sang penjajah untuk menekan Prabowo. Apa yang dapat diharapkan dari Presiden yang berada dalam posisi di bawah tekanan ?
Manuver Gibran-Han Zheng adalah teror bagi jalannya pemerintahan Prabowo. Pemerintahan belum berjalan sudah diwarnai dengan tekan menekan, pengaruh mempengaruhi serta ancam mengancam. Gestur para pemain sulit untuk berdusta. Rakyat yang katanya berdaulat masih ditempatkan sebagai penonton. Menikmati pertunjukan para oligarki yang sedang bermonolog demi dirinya sendiri.
Rezim baru tidak tahu malu dan tidak mau tahu dengan goncangan perasaan rakyat. Rakyat kecewa dengan kabinet yang bakal memboroskan anggaran, kabinet suka-suka gue, kabinet bagi-bagi kue. Bahagia dapat kue baru juga dilantik Mendes & DT Yandri Susanto asal PAN langsung mengundang peringatan kematian ibunya dengan kop surat undangan Mendes & DT. Dari RW sampai Posyandu diundang. Kampungan sekali dan super cemen.
Rakyat kecewa dengan rezim Jokowi yang dikooptasi oleh China dan kini rezim Prabowo tak berdaya untuk melepaskannya.
Pidato kemerdekaan dan kerakyatan hanya retorika.
Dulu lebih dahsyat lagi dalam beretorika, mimbar pun dipukul-pukul demi timbul dan tenggelam bersama rakyat. Ketika rakyat tenggelam, Prabowo malah timbul bersama Jokowi. Rakyat menjadi mimbar yang dipukul-pukul dengan keras, untung mimbarnya sabar hingga tidak ambruk.
Prabowo harus berontak atas kungkungan Jokowi jika ingin mandiri, merdeka dan mendapat dukungan rakyat. Saatnya untuk timbul bersama rakyat, bukan sebaliknya menenggelamkan rakyat. Jika tidak, Prabowo hanya wayang yang dimainkan dalang.
Lalu ditentukan kapan bermain dan kapan dimasukan ke dalam kotak, kapan berjaya dan kapan pula untuk dimatikan.
Tanpa ada gebrakan dan pemberontakan, maka rezim Prabowo Gibran akan menjadi rezim cemen yang hanya berpura-pura pro rakyat.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 23 Oktober 2024