Salam Pancasila dan Aroma yang Semakin Komunistis

by M Rizal Fadillah*

Ketua BPIP Yudian Wahyudi muncul kembali dan semakin gigih memperjuangkan salam Pancasila yang menurutnya sebagai jalan tengah dari salam berdasarkan agama yang beragam. Bahkan salam Pancasila konon akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan. Ada gejala “over dosis” dalam mengeksplorasi bahkan mengeksplotasi Pancasila. Atau ini hanya kamuflase untuk suatu misi terselubung ?

Kita jadi teringat misi terselubung tokoh komunis DN Aidit dahulu. Ketua CC PKI ini setahun sebelum melakukan upaya kudeta untuk mengganti ideologi Pancasila melalui gerakan makar yang dikenal dengan G 30 S PKI justru terlebih dahulu membuat buku berjudul “Aidit Membela Pantjasila”. Buku ini menggambarkan bahwa seolah-olah DN Aidit adalah seorang tokoh yang mendukung dan siap menjadi pembela terdepan atas ideologi Pancasila.

Sebenarnya Dipa Nusantara Aidit tidak mampu juga menyembunyikan misinya. Dalam pidato tahun 1964 ia menyatakan bahwa Pancasila sementara dapat mencapai tujuannya sebagai penunjang bagi kesatuan dan dalam rangka Nasakom. Jika Nasakom telah terealisasi maka Pancasila tidak akan ada lagi. Demikian ujarnya.

Salam Pancasila dapat beraroma komunis jika memang targetnya mengeliminasi salam agama. Meski tidak berani secara terang-terangan menyatakan bahwa salam Pancasila itu untuk mengganti salam agama, akan tetapi praktek politik sering berbeda dengan teori atau argumentasi. Komunis sangat mahir dalam berkelit atau berdalih.

Salam Pancasila dinilai mengada-ada dan jika hal itu direalisasikan maka secara sistematis dapat menghapus salam berdasarkan keagamaan. Dikhawatirkan Yudian Wahyudi memang bersemangat untuk meminggirkan salam keagamaan tersebut. Salam Pancasila pertama kali disampaikan oleh Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Sukarnoputeri di Istana Negara tanggal 12 Agustus 2017.