Setiap Pemimpin Diukur dari Janjinya

Oleh Tony Rosyid

PEMILU jadi ajang kompetisi. Siapa yang ingin jadi pemimpin, disitu ia sampaikan visi dan misi. Ini sangat elitis, karena rakyat umum seringkali gak paham apa itu visi dan misi.

Tapi intinya, kalau terpilih nanti apa saja yang akan dilakukan. Inilah janji politik. Sampai di sini, rakyat paham.

Janji politik mesti terukur. Supaya mudah dan terus diingat oleh rakyat: pertama, berapa jumlah janji politiknya. Kedua, apa saja rinciannya. Dua hal ini cukup untuk menilai dan mengukur tingkat keberhasilan pemimpin itu.

Dari janji itu akan terlihat calon pemimpin tersebut luar biasa atau biasa saja. Program yang dijanjikan itu baru dan berbeda, atau klasik. Programnya akan jadi solusi, atau hanya aksesori.

Setelah pemimpin itu terpilih, rakyat harus terus kawal janji itu. Ditunajkan, atau diabaikan. Ini soal integritas. Pemimpin yang tidak menunaikan janji, ia cacat integritas.

Gak layak dipilih kedua kali. Baik untuk posisi yang sama, apalagi posisi di atasnya.

Tunaikan janji, selain integritas, ini juga berkaitan dengan kapasitas. Kalau janji-janji itu gak ditunaikan, tidak saja pemimpin itu cacat integritas, tapi juga menunjukkan bahwa ia tak memiliki kemampuan.

Bagi pemimpin, janji politik bukan segalanya. Artinya, seorang pemimpin tidak dibatasi kerjanya dengan apa yang telah ia janjikan kepada rakyat.

Sebab, ada dinamika yang menuntut kemampuan pemimpin untuk berinovasi dan membuat terobosan-terobosan baru melampaui janji-janji itu.