by M Rizal Fadillah
International Criminal Court (ICC) yang berkedudukan di Den Haag telah memutuskan untuk menangkap PM Israel Benyamin Netanyahu dan mantan otoritas pertahanan Yoav Gallant dengan tuduhan melakukan kejahatan kemanusiaan (crime against humanity) dan kejahatan perang (war crimes) atas warga Gaza Palestina. Kejahatan itu dilakukan terhitung sejak 8 Oktober 2023 hingga 24 Mei 2024.
Meski AS sekutu Israel menolak keputusan ini tetapi 124 negara ICC terikat untuk menjalankannya. Biden dan Trump marah-marah mengecam ICC. Menurutnya ICC tidak memiliki yuridiksi untuk itu. AS dan Israel memang tidak masuk anggota ICC karena tidak ikut menandatangani Statuta Roma. Sementara negara-negara Uni Eropa menerima dan siap menjalankan. Jubir Josep Borell menyatakan “Ini bukan keputusan politik. Ini keputusan pengadilan dari pengadilan internasional”.
Penjahat perang dan penjahat kemanusiaan Benyamin Netanyahu memasuki fase baru yakni resmi menjadi musuh kemanusiaan. Ia menjadi buronan internasional. Hidup tidak tenang oleh siksaan batin dimusuhi dunia. Di dalam negeri pun Netanyahu dianggap telah gagal mengatasi permasalahan Palestina dan membawa warga Israel dalam keadaan terancam oleh berbagai serangan pejuang Palestina dan pendukungnya. Baru kali ini Israel babak belur.
Amnesty Internasional mendukung putusan ICC. Sekjen Amnesty Internasional Agnes Callamard menilai keputusan ini adil. Kelompok HAM Israel B’T Selem mendukung dan sejalan dengan Partai Komunis Arab Israel Habash “Ini langkah awal menuju keadilan bagi Palestina”. Dunia Arab menyambut gembira dan menjadi kekuatan moral dan hukum untuk meningkatkan dukungan perjuangan bagi kemerdekaan Palestina.
Indonesia belum bersikap. Semestinya segera mendukung perintah penangkapan Netanyahu meski bukan anggota ICC. Kejahatan kemanusiaan bukan hanya dikecam tetapi harus bersanksi hukum. Sebagai negara bermoral dan beradab Indonesia tidak boleh diam, apalagi kita sudah memiliki Pengadilan HAM untuk memproses kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat lainnya.
Jokowi pun ternyata pelanggar HAM berat. Sebagaimana Israel meski operasionalnya ada pada Menteri Pertahanan Yoav Gallant tetapi penanggungjawab kejahatan itu adalah Benyamin Netanyahu sang Perdana Menteri. Keduanya diperintahkan ICC untuk ditangkap.
Netanyahu bukan hanya “nyaho” tetapi kendali di tangan dirinya.
Jokowi adalah penanggungjawab dari pelanggaran HAM berat Indonesia di masa pemerintahannya. Kasus penyiksaan dan pembantaian KM 50, pembunuhan 21-22 Mei 2019 dan tewasnya 800 petugas Pemilu 2019 yang dibiarkan tanpa pengusutan adalah pelanggaran HAM berat. Jokowi tidak bisa lepas begitu saja. Ia dipastikan tahu bahkan bukan mustahil berperan sebagai perencana.
Netanyahu yang berlumuran darah (covered in blood) dan Jokowi dengan tangan berdarah (bloody hands) patut untuk ditangkap dan diadili. Jokowi sebenarnya lebih parah dari Netanyahu, ia berlumuran dosa politik. Di samping melanggar hak asasi, korupsi, politik dinasti, juga penghianatan ideologi dan konstitusi. Semuanya menjadi causa bagi penangkapan dan pengadilan.
Perbuatan busuk Benyamin Netanyahu dan Joko Widodo selama memerintah akan berakibat busuk di akhir kehidupannya seperti busuknya sang penjagal PM Israel Ariel Sharon.
Dunia mulai memburu Netanyahu. Indonesia harus segera menangkap Jokowi.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 23 November 2024