Urgensi Memundurkan Tahun Ajaran Baru

Bila Tahun Ajaran Baru dimulai Juli 2020 sementara pembelajarannya di rumah, maka yang dirugikan adalah anak-anak kurang mampu yang tinggal di perkotaan dan pedesaan maupun anak-anak yang tinggal di daerah yang jaringan internetnya masih terbatas.

Sisi Negatif Tahun Ajaran Baru

Bagi anak-anak Indonesia yang akan melanjutkan studi ke luar negeri, ada selisih waktu antara tutup tahun ajaran di Indonesia dengan sejumlah negara maju tempat anak-anak Indonesia akan melanjutkan sekolah di sana. Namun negara-negara itu juga punya keragaman tahun ajaran baru. Seperti Jepang memulai tahun ajaran baru bulan April, AS bulan Juli, Inggris bulan September, tapi Singapura dan Australia mulai Januari.

Jadi alasan bahwa memulai tahun ajaran baru dari Januari dan berakhir Desember akan merugikan anak-anak yang akan melanjutkan studi ke luar negeri tidak sepenuhnya benar. Tergantung negara mana yang akan dituju. Kalau Singapura dan Australia malah pas. Demikian pula kalau mau melanjutkan ke Jepang, menunggunya hanya empat bulan saja.

Selain itu, anak-anak yang akan melanjutkan studi ke luar negeri itu jumlahnya terlalu kecil, mungkin hanya satu persen saja dari total lulusan setiap tahunnya. Selisih waktu itu justru dapat dipakai sebagai persiapan agar tidak mengalami gegar budaya saat sampai ke negara tujuan.

Lalu Apa Tugas Guru?

Guru masih tetap mengajar (online) pada murid Kelas II-VI SD/MI, Kelas II-III SMP/MTs, serta SMA/SMK/MA. Dengan kata lain, mereka yang pada saat ini bersekolah akan mengalami perpanjangan satu semester, seperti yang terjadi pada tahun 1978 waktu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Daoed Joesoef memundurkan tahun ajaran baru dari Januari menjadi Juli. Tapi pemunduran tahun ajaran pada 2020 ini tidak akan terlalu menjadi beban, karena anak-anak melakukan pembelajaran di rumah

Demikian masukan ini disampaikan, semoga dapat jadi masukan untuk mengambil keputusan. (end)

(Penulis: Ki Darmaningtyas,  Pengurus Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa di Yogyakarta)