Usut Tuntas Peran Luhut Panjaitan di Tambang Emas Seputar Intan Jaya Papua

WWM jelas sangat menikmati berbagai fasilitas dan kelancaran bisnis tambang di Intan Jaya karena berpartner dengan perusahaan milik pejabat yang sangat berkuasa di Indonesia, yakni LBP.

Terasa, LBP sangat berpengaruh dalam berbagai sektor di pemerintahan, seperti sektor-sektor energi, migas, tambang, ekonomi, politik, hankam, dan lain-lain.

Jabatan dan tugas yang “dibebankan” Presiden Jokowi kepada LBP sangat banyak dan beragam, sampai-sampai sejumlah politisi dan aktivis menjuluki LBP sebagai The Real President.

Semoga saja yang menjadi Presiden RI yang sebenarnya adalah Presden Jokowi. Kita pun tidak mempermasalahkan banyaknya jabatan LBP asalkan dijalankan sesuai peraturan yang berlaku.

Namun, terkait operasi militer dan tambang PTMQ di Intan Jaya, serta dampak operasi terhadap rakyat sekitar tambang, tercatat berbagai masalah strategis yang perlu diklarifikasi dan diproses secara hukum.

Untuk itu, DPR didesak agar segera menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah, terutama Menko LBP, melalui berbagai mekanisme seperti rapat kerja, audit menyeluruh dan membentuk pansus (panitia khusus). Klarifikasi dan proses hukum, termasuk pertanggungjawaban pemerintah, harus dituntaskan minimal atas permasalahan berikut.

Pertama, pengiriman militer ke wilayah sekitar tambang dinilai illegal, tanpa didukung oleh Kepres dan persetujuan DPR, sehingga melanggar Pasal-pasal 17, 18, 19 dan 20 UU No.34/2004 tentang TNI.

Kedua, ketiadaan instruksi resmi dapat menjadi indikasi pengiriman pasukan dan operasi militer di Intan Jaya tidak semata soal penumpasan kelompok bersenjata, namun justru terkait erat dengan kepentingan ekonomi bisnis tambang.

Ketiga, karena kekuasaan dan pengaruh Menko LBP sangat besar ditengarai terjadi penyalahgunaan wewenang dalam proses perizinan, akses lokasi, sertifikat clean and clear, dan pemanfaatan TNI-Polri guna mendukung kelancaran dan keamanan para perusahaan bisnis tambang, termasuk PTMQ.

Peran dan kekuasaan LBP yang sangat besar itu secara gamblang termuat dalam Laporan Tahunan MMW 2017. Tampaknya, karena peran tersebutlah WWM mengganjar TSR dengan saham besar, 30%, di PTMQ.

Keempat, kepentingan ekonomi perusahaan dan militer terselip dari serangkaian kekerasan operasi TNI-Polri yang melanggar HAM di Intan Jaya dan sekitarnya. Dampaknya, sejumlah penduduk sipil Papua menjadi korban konflik bersenjata antara militer dengan TPNPB.

Beberapa di antara mereka harus mengungsi dan bahkan meregang nyawa. Mereka telah menjadi korban industri pertambangan ekstraktif yang akan mengeruk kekayaan alam di tanah tempat kelahiran mereka sendiri!

Kelima, sebagian besar masyarakat adat tidak menyetujui penambangan emas di wilayahnya. Oleh karena itu, konsesi tambang yang telah diberikan perlu dicabut oleh pemerintah.

Dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah perlu memperbaiki kebijakan tambang di Papua, yang harus mengutamakan keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan rakyat sekitar.

Permasalahan dan dugaan penyelewengan seputar bisnis tambang dan operasi militer di Intan Jaya sangat besar untuk dibandingankan dengan gugatan perdata & pidana Menko LBP terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidianty atas dasar ungkapan “Lord Luhut bermain bisnis tambang”.

Padahal, dialog Haris dan Fatia hanya menjelaskan laporan dan temuan Koalisi 10 LSM tentang berbagai pelanggaran operasi aparat TNI-Polri di Intan Jaya. Temuan tim 10 LSM tampaknya bukan sekadar “permainan” remeh temeh.