Wanita dan Penipuan

ilustrasi

Kejahatan-murni bisa ditangkap dan diproses. Kejahatan yang lebih besar dan lebih jahat apakah tidak bisa ditangkap dan diproses?

***

Kasus Selly Yustiawati alias Rasellya Rahman Taher (penipu cantik) dan Inong Melinda (pembobol dana nasabah Citibank) barangkali merupakan salah satu bukti ‘keberhasilan’ konsep kesetaraan gender, khususnya peranan wanita yang sudah sedemikian setara dengan laki-laki di bidang kejahatan.

Konon, korban Selly Yustiawati (26 tahun) mencapai ratusan orang, tersebar di Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi, Bandung dan Yogyakarta. Modusnya, Selly menawarkan bisnis voucher pulsa elektronik yang fiktif. Berkat penampilannya yang menarik, Selly mempu meyakinkan sejumlah orang untuk membenamkan modalnya di bisnis fiktif rekaan Selly.

Aksi penipuan yang dilakoni Selly sudah berlangsung sejak 2006. Saat itu, korban Selly adalah mahasiswi Universitas Moestopo di Jakarta. Kepada para mahasiswi itu Selly meyakinkan bahwa mereka bisa menjadi sales promotion girl (SPG), dengan syarat menyetorkan uang sebesar Rp 200 ribu per orang. Ketika itu ada sekitar 30 mahasiswi yang berhasil diperdaya Selly. Setelah mengantongi uang setoran sebesar Rp 6 juta, Selly pun raib.

Bisnis fiktif voucher pulsa elektronik dilakoni Selly sejak 2008, saat ia sudah bekerja sebagai staf HRD Hotel Grand Mahakam. Modus tersebut berlanjut hingga tahun-tahun berikut, termasuk saat Selly kerja di Kompas Gramedia. Setelah sekian lama buron, akhirnya Selly berhasil ditangkap aparat di Hotel Amaris Kuta, Denpasar, Bali pada Sabtu 26 Maret 2011.

Berbeda dengan Selly, aksi kejahatan yang dilakukan Inong Melinda yang pernah menjabat sebagai Senior Relationship Manager Citibank, adalah dengan melakukan penggelapan dana nasabah. Jumlah dana nasabah yang diselewengkan Inong Melinda menurut dugaan melampaui Rp 20 milyar, mengingat Inong Melinda menangani ratusan nasabah di bagian private banking dan sudah melancarkan aksinya selama 3 tahun.

Saat ini (04 April 2011), Inong Melinda sudah ditahan di Bareskrim Polri. Sebelumnya, aparat sudah pula menyita sejumlah mobil mewah milik Inong Melinda yaitu Ferrari F 430 Scuderia, Ferrari California, Mercy E 350, dan Hummer.

Selain Selly dan Inong Melinda, kiprah sejumlah wanita di dunia kelam ini sudah pernah diungkap. Namun kiprah Selly dan Inong Melinda jauh lebih menarik perhatian media massa.

***

Pada hari Rabu tanggal 26 Januari 2011, seorang wanita penipu bernama Mila Rahmawati (38 tahun) ditangkap aparat Polsek Ciputat, karena melakukan penggelepan terhadap sekitar 40 unit mobil sewaan. Mila yang sudah beroperasi sejak pertengahan 2010, ditangkap di kawasan Pasar Minggu (Jakarta Selatan) antara lain berkat laporan salah satu korbannya, yaitu Nyonya Devrianti.

Mila memperdaya nyonya Devrianti dengan berpura-pura menyewa mobil Avanza, Xenia, APV dan Kijang Innova dalam hitungan hari, minggu ataupun bulan. Pada saat yang ditentukan, mobil sewaan tidak dikembalikan, namun digadaikan oleh Mila kepada orang lain dengan nilai Rp 20 hingga Rp 30 juta per unit. Mila sendiri menghilang, dengan cara berpindah-pindah rumah kos.

***

Pada hari Jum’at tanggal 11 Februari 2011, aparat Polres Jakarta Selatan menangkap tiga janda berinisial AR, NOV dan ANG yang diduga melakukan penipuan. Ketiganya hanya orang upahan. Pada saat penangkapan, bos mereka seorang wanita bernisial T berhasil melarikan diri.

Modusnya, dengan mendirikan sebuah perusahaan fiktif PT Cahaya Mulia Sejahtera (PT CMS). Kemudian atas nama perusahaan fiktif tersebut, diajukan rencana pembelian barang kepada sejumlah perusahaan penjualan berbagai bahan makanan, minuman maupun peralatan kantor dan elektronik.. Agar lebih impresif, rencana pembelian tersebut dilengkapi dengan company profile (PT CMS).

Untuk meyakinkan korban, mereka memberikan uang muka 10 persen dari total nilai barang yang dibeli dengan giro kosong dan waktu jatuh tempo pencairan satu bulan. Setelah barang pesanan diterima, mereka kabur. Saat penangkapan, aparat polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa 3.600 rol lakban (senilai Rp 24 juta), 20 ton beras (senilai Rp 200 juta), 175 kilogram daging segar (senilai Rp 12,2 juta), 50 dus kentang (senilai Rp 12 juta), 10 unit AC (senilai Rp 27 juta) dan 50 dus air mineral, yang belum sempat dibawa kabur dari kantor perusahaan fiktif yang berada di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat.

***

Sosok kenalan lama, juga bisa jadi penipu. Hal ini sebagaimana pernah dialami oleh Connie Sutedja, artis senior yang ditipu seorang wanita berinisial SY sebesar Rp 2 milyar. Connie mengenal SY sebagai anak orang kaya, sejak 30 tahun lalu, saat ia shooting film layar lebar berjudul Jangan Rebut Cintaku.

Pada suatu kesempatan, Connie kembali bertemu SY yang menawarkan investasi di bisnis jual beli lahan batu bara di Maros, Makassar, Sulawesi Selatan. Tentu dengan iming-iming keuntungan besar. Untuk meyakinkan Connie, SY mengaku bahwa suaminya adalah anak dari kakak Yusuf Kalla, mantan wakil presiden. Ternyata SY hanya seorang penipu, sebagaimana dituturkan Connie Sutedja (30 Maret 2010) di Ballroom XXI Djakarta Theater, Jakarta Pusat.

***

Selain artis yang banyak duit, yang jadi korban wanita penipu juga calon PNS yang sedang mencari kerja. Hal ini sebagaimana terjadi di Manado, Sulawesi Utara. Pada hari Senin tanggal 17 Mei 2010, aparat Polda Sulut menangkap Novitha Supit tersangka kasus penipuan CPNS. Novitha yang juga PNS di Sekretariat DPRD Manado, diduga meminta uang puluhan juta kepada sejumlah warga yang ingin menjadi CPNS (calon pegawai negeri sipil).

***

Pada hari Kamis tanggal 8 Juli 2010 Polsek Bulakamba, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah menangkap dua wanita yang diduga anggota komplotan penipuan terhadap sejumlah Pegadaian di kawasan Jawa Tengah. Mereka adalah Yuliana (saat itu 30 tahun), warga Kesambi, Kabupaten Cirebon; dan Neni Anggreni (saat itu 31 tahun), warga Desa Wanascala, Kecamatan Harjamukti, Cirebon, Jawa Barat.

Modusnya, mereka menggadaikan perhiasan emas palsu ke sejumlah pegadaian untuk mendapatkan uang tunai. Pada saat jatuh tempo, perhiasan emas palsu tadi tentu saja tidak ditebus. Perhiasan emas palsu itu mereka peroleh dari seorang ‘bos’ yang beralamat di Cirebon. Aksi keduanya terbongkar, setelah salah satu Pegadaian di Kabupaten Tegal berhasil mengidentifikasi bahwa perhiasan emas yang mereka gadaikan ternyata palsu. Temuan itu kemudian diteruskan ke kantor Pegadaian di sekitar Kabupaten Tegal, Brebes, dan Pemalang berikut identitas Yuliana dan Neni Anggreni.

***

Pada hari Kamis tanggal 29 Juli 2010, Polrestabes Bandung menangkap wanita berinisial EJ (saat itu 31 tahun), warga Kompleks Pasirlayung, Jalan Pasirlayung Utara I RT 3 RW 2 Kelurahan Pasirlayung, Kecamatan Cibeunying Kidul, Bandung, Jawa Barat. Ia diduga melakukan penipuan berkedok investasi ring back tone (RBT) sejak 2007, dan berhasil menghimpun dana sekitar Rp 11 milyar dari 17 nasabah (korban) yang berhasil ditipunya.

Untuk meyakinkan korbannya, wanita satu anak ini mengaku punya jalinan bisnis dengan PT Telkomsel, dan menjanjikan keuntungan sekitar 30-50 persen per bulan dari modal yang diinvestasikan. Bahkan, dalam setiap menerima setoran modal dari para nasabah (korban) EJ selalu memberi kuitansi berlogo PT Telkomsel. Lebih meyakinkan lagi, ketika sejumlah nasabah (korban) benar-benar diberi ‘keuntungan’ sementara korban lain hanya diberi janji kosong. Antara lain sebagaimana dialami Wahyu Dayanto Wijaya, Selvi Arfiani, Santi Ismayanti, dan Elia Siti. Para korban ini telah menyetorkan dana sebesar Rp 20 juta hingga ada yang mencapai Rp 5 milyar.

***

Para korban penipuan, boleh jadi merupakan orang-orang yang kurang waspada, mudah tergiur oleh iming-iming untung besar dengan effort (ikhtiar) yang minimal. Apalagi bila penipunya wanita yang punya daya tarik fisik dan pesona non fisik seperti kemampuan komunikasi verbal yang menggugah perasaan.

Untung besar dengan modal dan ikhtiar minim, ternyata lebih banyak mengarah kepada penipuan. Meski modus seperti ini sudah sering membawa korban, namun tetap saja berhasil menjadi andalan sang penipu.

Penipu dan korban penipuan, sama-sama berada di dalam kubangan hedonisme. Budaya hedonis membuat seseorang begitu mudah menjadi penipu. Pada sisi lain, begitu mudah seseorang tertipu karena ingin mendapatkan untung besar dalam rangka memuaskan nafsu hedonisnya.

Kejahatan murni dan yang lebih jahat

Itu semua biasanya disebut kejahatan murni. Artinya tidak pakai kedok macam-macam, tidak berkedok agama ataupun lainnya. Bila kejahatan itu berkedok agama, lembaga dan sebagainya, biasanya melibatkan pula wanita. Hanya saja kalau para penipu berkedok agama itu wujudnya tampak besar lembaganya, maka tipuannya berlangsung bahkan menipu sampai triliunan rupiah, namun belum tentu mereka diseret ke polisi apalagi ke pengadilan. Entah belum atau bagaimana, wallahu a’lam.

Di antara kasusnya, seperti yang ditulis di buku LPPI, berjudul Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah, LPPI Jakarta, 2004. Korbannya banyak jumlahnya, pentolan-pentolan yang melakukan tipuan dalam bisnis fiktif yang dikenal dengan “bisnis Maryoso” itu juga mereka kenal. Tetapi sampai sekarang belum terdengar adanya yang diseret ke polisi atau bahkan ke pengadilan.

Pertanyaannya, apakah kalau penipuan itu berkedok agama atau suatu lembaga, dan lembaganya dianggap punya pengikut, lalu boleh-boleh saja di negeri ini?

Dan yang lebih memprihatinkan lagi, kalau misalnya ada oknum-oknum di MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang terindikasi seakan pura-pura tidak tahu masalah itu. Hingga belum tentu mau menyikapi bahwa itu sebagai bukti tambahan dari rekomendasi MUI yang menyatakan bahwa LDII sesat membahayakan aqidah sebagaimana Ahmadiyah. Padahal sudah ada buku yang menegaskan Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah di LDII dan ada rekomendasi MUI yang menegaskan sesatnya LDII. Itu lebih berbahaya dari sekadar criminal murni yang dibicarakan dengan judul wanita dan penipu ini, karena criminal plus. Sudah sesat, masih menipu banyak orang lagi, sampai hampir sebelas triliun rupiah menurut buku LPPI tersebut.

MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan rekomendasi mengenai aliran sesat LDII:

MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti Ahmadiyah, LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan sebagainya agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat. Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut:

Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah.

MUI mendesak Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap munculnya berbagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam, dan membubarkannya, karena sangat meresahkan masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan sebagainya. MUI supaya melakukan kajian secara kritis terhadap faham Islam Liberal dan sejenisnya, yang berdampak terhadap pendangkalan aqidah, dan segera menetapkan fatwa tentang keberadaan faham tersebut. Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari unsur aliran sesat dan faham yang dapat mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan Bakor PAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupun daerah.” (Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005, halaman 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah).

Demikian bunyi rekomendasi MUI.

Tulisan ini bukan berarti mengecilkan criminal murni, namun menyisakan pertanyaan, kalau criminal murni bisa ditangkap dan diproses, apakah criminal plus yang lebih kompleks dan lebih banyak memakan korban tidak bisa ditangkap dan diproses?
Perlu kita camkan bahwa penyebab binasanya orang-orang terdahulu adalah apabila ada pelanggar hukum dari kalangan atas maka tak ditegakkan hukum padanya, tetapi kalau pelanggarnya itu orang bawahan maka dijatuhi hukuman.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah:

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

Wahai manusia! Sesungguhnya yang menyebabkan binasanya umat-umat sebelum kamu ialah, apabila mereka mendapati ada orang mulia yang mencuri, mereka membiarkannya saja. Tetapi apabila mereka dapati orang lemah di antara mereka yang mencuri, mereka akan menjatuhkan hukuman ke atasnya. Demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad yang mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya. (Muttafaq ‘alaih).

Suka atau tidak suka terhadap khutbah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, ancaman itu tetap berlaku. Sampai terhadap kelompok sesat yang bahkan mereka mengaku bahwa hanya kelompok mereka lah yang sah keimanannya, kalau ternyata pencuri-pencurinya tidak ditindak hanya karena dianggap sebagai orang mulia maka tetap diancam binasa. Bahkan binasa sudah di depan mata. Karena, bila para pencurinya ditindak, kelompok sesat itu akan kehilangan pentolan-pentolannya, jadi binasa. Dan bila tidak ditindak, maka akan lebih binasa lagi karena ancaman binasa itu untuk semuanya, lantaran sudah ada ancaman yang tegas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (haji/tede)