Wuiiish Munarman Ditangkap, Kriminalisasi?

Begitu kekuasaan politik punya keinginan. Akibat dari kekuasaan yang salah dalam mengelola negara. Kewengan publik dikelola dengan cara-cara yang amtiran dan kampungan. Akibatnya kekuaaan yang kepusingan ketika berhadapan dengan sikap kritis dari orang-orang seperto HRS, Munarman, Syaganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana, Gus Nur dan lain-lain.

Penangkapan Munarman oleh Densus 88 menimbulkan pro dan kontra. Fadli Zon menyebut mengada-ada. Haris Rusly Moti, mantan Presiden PRD yang mengenal dengan Munarman mengatakan sangat berlebihan kalau dituduh teroris. Menyeret secara tidak berkemanusiaan dari rumah kediamannya dinilai melanggar Hak Asasi manusi (HAM) karena untuk memakai sandal saja tak diberi kesempatan.

Sebagai advokat, tentu perlakuan polisi ketika menangkap seperti itu di luar batas kepatutan. Advokat yang semestinya diperlakukan dengan hormat. Melalui proses pemanggilan hukum tentu Munarman akan datang memenuhi. Sebagai mantan Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Munarman bukan tipikil anak bangsa yang melanggar hukum. Kalau melawan kezoliman dan perlakuan tidak adil, otoriter punguasa, Munarman paling depan.

Jika kriminalisasi menjadi target, makan apapun bisa dilakukan penguasa. Asas praduga tak bersalah sangat mudah diabaikan. Barang bukti dapat diolah, bubuk deterjen pembersih toilet di markas Petamburan bisa menjadi narkoba atau bahan peledak. Untuk meledakkan para cecunguk atau tikus. Buku do’a, kumpulan hadits dapat dituduh menjadi panduan untuk mati syahid. Dengan tuduhan terorisme maka semua prosedur hukum dapat dilewati.

Sejak jaman Adnan Buyung Nasution dahulu Munarman sudah menjadi advokat di LBH. Munarman sangat gigih membela klien korban pelanggaran HAM. Pembelaan dalam kasus HRS menunjukkan kualitasnya yang faham hukum, cerdas, dan berani. Wajar jika Munarman selalu menjadi subyek dan obyek berita media massa maintsream, baik dalam maupun luar negeri.

Ketika kini dikaitkan keterlibatan dengan terorisme yang jelas melanggar hukum, maka tentu jauh dari karakter dan kapasitas Munarman yang selama ini dikenal masyarakat. Publik dipastikan tidak akan percaya dengan tuduhan yang dialamatkan Densus 88 Polri kepada Munarman. Apalagi Munarman terkenal memiliki prinsip kehati-hatian hukum yang tinggi dalam rangka penegakkan hukum.

Ya proses politik sedang berjalan HRS, FPI, dan Munarman memang menjadi target. Dari kacamata ini kita dapat melihatnya, sebab jika konteksnya penegakkan hukum dan keadilan, maka peristiwa HRS, FPI, dan Munarman tentu tidak akan terjadi. Menjadi pertanyaan umum di kalangan publik, kita ini sedang menjalankan prinsip negara hukum atau negara kekuasaan?