Dialog Nasional Palestina Serukan Persatuan dan Haramkan Pertumpahan Darah

Konferensi dialog nasional Palestina telah ditutup Jum’at (26/05) malam dengan sejumlah keputusan. Di antaranya haram menumpahkan darah Palestina, menyerukan pengadopsian piagam yang melarang perang saudara serta penugasan pada Presiden Mahmud Abbas untuk membentuk komisi tinggi dialog nasional Palestina yang melibatkan seluruh wakil kekuatan rakyat Palestina.

Hal tersebut ditegaskan dalam penyataan akhir hasil konferensi yang dibacakan ketua parlemen Palestina Aziz Dwek, di kota Ramallah bersamaan dengan diakhirinya sidang-sidang konferensi yang berlangsung selama dua hari.

Terkait dengan kakacauan keamanan dan bentrokan antar elemen gerakan Fatah dan Hamas yang terjadi belakangan, para peserta konferensi dalam pernyataan akhirnya menegaskan “haramnya darah Palestina” untuk ditumpahkan. Para peserta juga menegaskan penolakannya atas seruan-seruan keji untuk menciptakan pertumpahan darah internal Palestina.

Pernyataan akhir konferensi ini menyerukan pengadopsian piagam nasional bagi semua kekuatan dan faksi Palestina yang berisi pengharaman perang saudara antar Palestina, apapun alasannya. Diserukan juga pentingnya solusi bagi semua perselisihan melalui meja dialog. “Tidak ada tempat bagi penggunaan senjata antar putra bangsa yang satu,” demikian salah satu bunyi pernyataan tersebut.

Konferensi menegaskan pentingnya aktivasi supremasi hukum, sistem dan peradilan yang independen, seeraya menyerukan dukungan terhadap peran dinas keamanan dan membantunya dengan segenap potensi yang memungkinkan untuk menghentikan kekacauan keamanan, demikian juga tentang pentingnya reformasi di institusi peradilan.

Dialog

Konferensi menghargai seluruh usulan yang diajukan dalam dialog, di antaranya Piagam Rekonsiliasi Nasional yang diusulkan para tahanan Palestina yang ada di penjara Israel, yang memungkinkan piagam ini dijadikan sebagai asas dialog meski dengan sejumlah catatan yang harus dibahas dalam waktu mendatang.

Konferensi juga menugaskan Presiden Mahmud Abbas untuk membentuk dan mengetuai komisi tinggi dialog nasional Palestina yang melibatkan semua wakil dari kekuatan dan faksi Palestina ditambah PM Ismail Haniyah atau yang mewakilinya, ketua dewan nasional Palestina Salim Za’nun atau yang mewakilinya dan ketua dewan legislatif Palestina Aziz Dwek atau yang mewakilinya. Agenda utama dari komisi ini adalah melakukan kerja yang bisa mengeluarkan hasil berupa program nasional bersatu yang mendukung perjuangan dan meneguhkan persatuan nasional.

Piagam Rekonsiliasi Nasional yang diusulkan para tahanan Palestina yang ada di penjara Israel, yang dijadikan acuan dialog, berisi sejumlah poin di antaranya adalah: dicapainya kesepakatan tentang pendirian negara Palestina medeka di wilayah Palestina tahun 1967, menggabungkan antara metode perlawanan dengan perundingan, penyatuan program politik Palestina, komitmen terhadap hak kembali seluruh pengungsi Palestina dan pembentukan pemerintahan koalisi nasional.

Menolak Embargo

Para peserta konferensi dalam pernyataan akhirnya menegaskan penolakannya terhadap embargo yang diberlakukan terhadap bangsa Palestina, yang sudah berlangsung selama 3 bulan sejak Hamas membentuk pemerintahan Palestina. Para peserta konferensi menyebut embargo ini sebagai “sanksi massal terhadap bangsa Palestina” dan “tidak mendukung keamanan di kawasan Timur Tengah.”

Konferensi menyebutkan kepada pihak Israel untuk segera mencairkan dana yang menjadi hak pemerintah Palestina yang telah dibekukan Tel Aviv selama 3 bulan, setelah Hamas menang dalam pemilu legislatif Palestina Januari 2006 lalu.

Konferensi juga menolak tegas rencana sepihak PM Israel Ehud Olmert yang akan mengkotak-kotak wilayah Tepi Barat menjadi kantong-kantong kecil yang terisolasi. Juga upaya ekspansi massif pembangunan permukiman-permukiman Yahudi di sekitar al-Quds, yang akan berdampak kepada pencaplokan sekitar 57% wilayah Palestina di Tepi Barat.

Untuk itu, konferensi meminta kepada semua pihak baik di tingkat Arab maupun dunia internasional untuk menentang rencana “ekspansi permukiman” Olmert tersebut. Ditegaskan pula bahwa perlawanan adalah hak sah bangsa Palestina yang dijamin oleh konvensi dan piagam internasional. Serta menegaskan komitmen bangsa Palestina yang memiliki hak untuk mendirikan negara medeka dengan ibukota al-Quds. (was/aljzr-iol)