Ini Alasan CCTV Pintar di Masjid Al Aqsha Lebih Bahaya Dari Detektor Logam

Eramuslim – Meski Zionis Israel telah bersedia mencopot detektor logam di gerbang masuk komplek Masjid Al Aqsha, warga Palestina bersumpah untuk terus melakukan demonstrasi dan konfrontasi dengan pasukan penjajah di Yerusalem Timur dan Tepi Barat yang diduduki. Mereka menolak kamera pengintai (CCTV) baru yang dipasang di gerbang Masjid Al-Aqsa sebagai pengganti alat keamanan.

“Di atas segalanya, ini adalah masalah kontrol dan kekuasaan, seolah-olah mereka mengatakan bahwa mereka tidak ingin berurusan dengan Lembaga Awqaf (pengelola kompleks Al-Aqsa), jadi mereka akan mengambil tindakan sendiri dan memantau orang-orang Palestina melalui kamera,” ujar Mohammad Abu al-Hommos, seorang aktivis Palestina di Kota Tua Yerusalem, kepada wartawan Al Jazeera.

“Saya ingin masuk dan keluar dari Al-Aqsa semau saya, mereka itu siapa dapat mengintip saya?” imbuhnya. “Saya memasuki rumah ibadah, ini melanggar ruang pribadi, orang-orang Palestina akan terus menolak karena kami menolak tindakan ini, adalah hak kami untuk menolak.”

Setelah sidang kabinet keamanan pada Senin (24/07) malam, Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu mengkonfirmasi bahwa kabinet menerima rekomendasi dari semua badan keamanan untuk memasukkan tindakan pengamanan berdasarkan teknologi maju dan tindakan lainnya, bukan detektor logam.

Israel mengatakan rencana tersebut akan dilaksanakan dalam enam bulan ke depan, dengan anggaran 100 juta shekel ($ 28 miliar). Beberapa alternatif yang diusulkan sebagai pengganti detektor logam termasuk kamera dengan sistem termal yang dapat mendeteksi senjata dan fitur pengenal wajah.

Seorang analis politik Palestina dari kota Ramallah, Khalil Shaheen mengatakan, “Kamera-kamera ini dapat mendeteksi wajah dan identitas, artinya Israel memberlakukan kontrol penuh atas wilayah al-Haram al-Sharif. Peran Yordania dikesampingkan dan kehadiran penjaga Palestina menjadi tidak sah, karena pemain sesungguhnya adalah orang-orang di balik layar yang menonton kamera.”

Khalil Shaheen melanjutkan, “Ada sejumlah besar orang Palestina yang menolak membayar pajak Israel di Yerusalem, dan banyak dari Tepi Barat yang memasuki Yerusalem pada hari Jumat tanpa izin (ilegal menurut hukum Israel), serta aktivis dan lainnya. Bagi Israel dapat mengetahui siapa orang-orang ini, sangat berbahaya dan bisa membahayakan warga Palestina ini.”

Menurutnya, ini adalah bentuk pengawasan dan kontrol baru, orang-orang Palestina harus menolak tindakan tersebut, karena kamera ini lebih berbahaya daripada detektor logam.

Selama lebih dari sepekan, warga Palestina menolak memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa dan terpaksa beribadah di luar, setelah detektor logam dipasang menyusul serangan pada 14 Juli yang menewaskan dua petugas polisi Israel.

Serangan dilakukan oleh tiga warga Palestina Israel yang akhirnya ditembak mati itu sebagai reaksi atas seruan “Intifadah Yerusalem”, yang dimulai pada bulan Oktober 2015. Sejak seruan dimulai, sekitar 285 orang Palestina syahid oleh pasukan Israel, sementara korban dari pihak Israel berjumlah 47 orang. (KI/Ram)