Eramuslim.com – Sebuah pesan bernada kekerasan ekstrem yang ditulis pada kantong kopi, diduga dikirim kepada tentara Israel di Gaza, memicu reaksi luas di media sosial. Pesan tersebut, yang seolah-olah ditulis oleh seorang anak, memuat seruan untuk melakukan kekerasan seksual terhadap warga Palestina. Foto kantong kopi itu beredar di media sosial dan mendapatkan dukungan dari sebagian netizen Israel.
Jurnalis independen Israel, Daniel Amram, mengonfirmasi bahwa kantong tersebut benar diterima oleh tentara, meski kemudian menghapus unggahannya. Autentisitas gambar dan klaim terkait belum dapat diverifikasi secara independen, namun unggahan itu sempat menarik banyak komentar dan dukungan.
Sejak perang di Gaza pecah, berbagai kelompok sipil dan sekolah di Israel rutin mengirimkan paket dukungan ke pasukan, berisi makanan, pakaian, dan surat dari anak-anak.
Beberapa komentar netizen mengekspresikan kebanggaan atas pesan tersebut, bahkan menyebutnya sebagai bagian dari pendidikan anak yang mereka dukung.
Toleransi terhadap kekerasan seksual terhadap warga Palestina telah lama menjadi sorotan. Tahun lalu, beberapa penjaga penjara di fasilitas Sde Teiman dituduh menyiksa dan melakukan kekerasan seksual terhadap tahanan Palestina, yang menyebabkan luka serius. Meskipun ada bukti, penjara tersebut justru dibela oleh kelompok sayap kanan, termasuk seorang anggota parlemen dari Partai Zionis Religius.
Seorang tentara cadangan menyebut Sde Teiman sebagai “kamp penyiksaan sadis” tempat banyak tahanan meninggal.
Menurut penyelidikan media HaMakom, sejak Oktober 2023, sekitar 7.000 warga Palestina dari Gaza telah ditahan oleh militer Israel, termasuk perempuan, anak-anak, dan lansia—tanpa bukti keterlibatan dalam aktivitas militer. Dari jumlah itu, sekitar 2.500 telah dibebaskan, sementara hampir 2.800 masih ditahan hingga akhir Mei, termasuk 660 di Sde Teiman.
Komisi Penyelidikan PBB merilis laporan pada Maret yang menyatakan bahwa Israel secara sistematis menggunakan kekerasan seksual dan penyiksaan terhadap warga Palestina sejak 7 Oktober 2023. Laporan itu menyebut praktik seperti pelecehan, pengancaman, dan perendahan martabat merupakan bagian dari prosedur standar oleh aparat keamanan Israel terhadap tahanan Palestina.
Dalam hukum internasional, kekerasan seksual terhadap perempuan bukan sekadar pelanggaran moral—itu adalah kejahatan berat terhadap kemanusiaan. Dalam Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional (ICC), secara jelas disebutkan bahwa pemerkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, kehamilan paksa, sterilisasi paksa, dan bentuk-bentuk lain dari kekerasan seksual yang dilakukan secara sistematis selama konflik bersenjata termasuk dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan (Pasal 7 dan 8).
Lebih jauh, Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahannya juga mengharamkan segala bentuk perlakuan tidak manusiawi terhadap perempuan, termasuk pemerkosaan dan penghinaan terhadap martabat pribadi. Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1325 juga secara eksplisit menyerukan perlindungan terhadap perempuan dalam konflik bersenjata dan menegaskan bahwa pelaku kekerasan seksual harus diadili dan tidak boleh diberi impunitas.
Ini bukan soal politik, ini soal kemanusiaan yang paling mendasar. Tidak ada pembenaran atas kekerasan seksual. Tidak dalam perang. Tidak dalam damai. Tidak dalam bentuk apapun.
Dunia harus tega, setiap pelaku kekerasan seksual dalam konflik harus diadili. Tidak ada kompromi. Tidak ada pengabaian. Tidak ada impunitas. Hukum internasional itu sendiri sekarang sedang dilecehkan.
Sumber: Middle East Eye
Sra hell menjadi-jadi krn dunia diam tdk bertindak,tolk only de tolk