Ramadhan, Krisis Listrik, Air dan Gaji Landa Jalur Gaza

Eramuslim – Umat Islam diseluruh dunia sangat gembira menyambut bulan suci Ramadhan 1438 Hijriyah hanya tinggal hitungan jam lagi. Berbeda dengan saudara kita warga Palestina di Jalur Gaza, di tahun ini mereka harus menghadapi krisis listrik dan air akibat kebijakan kontroversial Otoritas Mahmoud Abbas yang tidak mau membayarkan tagihan listirk ke wilayah Gaza.

Lepas dari satu krisis, warga Gaza harus menghadapi krisis lainnya yang terus bertambah berat sampai pada tahap paling berbahaya serta mengancam nyawa warga yang sakit, anak-anak dan wanita serta seluruh kelompok masyarakat Palestina.

Blokade yang dilakukan entitas Zionis Israel dari penutupan perlintasan telah mengakibatkan  pelarangan masuk ribuan bahan makanan, pelarangan umroh, krisis obat-obatan, krisis pengangguran, krisis buruh dan lulusan akademisi.

Dan yang terbaru adalah krisis listrik, air dan gaji.

Krisis Gaji 

Untuk pertama kalinya sejak perpecahan barisan internal Palestina ditahun 2006, Presiden Otoritas Palestina Mahmud Abbas mengambil sejumlah langkah mengejutkan di Jalur Gaza dengan dalih menghentikan perpecahan.

Langkah utama Abbas adalah mengurangi gaji pegawai otoritas Palestina di Jalur Gaza yang sebagian besar mereka berafiliasi kepada Fatah sebanyak 30-50%. Ini akan berdampak kepada kehidupan politik, ekonomi dan sosial.

Krisis gaji dan pengurangannya ini terjadi setelah gagalnya usaha rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas. Dimana Tim Pengelola Pemerintah yang bekerja di Gaza mencairkan 50% gaji pegawai di Jalur Gaza sejak lebih dari 3 tahun.

Kondisi sulit pegawai pemerintah secara umum akan berimbas kepada realita ekonomi dan perbankan di Jalur Gaza terutama dalam hal daya beli di pasar dengan tingkat besar.

Krisis Listrik 

Lebih dari 40 hari berturut-turut Otoritas Energi di Jalur Gaza mengumumkan berhentinya pembangkit listrik akibat habisnya stok bahan bakar yang diberikan oleh Qatar dan Turki. Di tengah ngototnya pemerintah Palestina di Ramallah menerapkan pajak khusus bahan bakar untuk operasional.

Semantara jalur listrik dari Israel dan Mesir juga dihentikan sehingga listrik di Jalur Gaza makin buruk. Padahal belum ada solusi bagi krisis tersebut.

Para pengamat mengatakan kepada Pusat Informasi Palestina bahwa ini kali pertama krisis listrik akibat berhentinya operasi pembangkit listrik dalam waktu lama dan berlangsung hingga berbulan-bulan.

Aliran listrik masuk ke rumah warga Jalur Gaza kini paling lama 3-4 jam. Ini artinya, bulan Ramadhan mendatang akan berlangsung di tengah situasi hidup yang sulit dan gelap gulita.

Krisis Air

Berdasarkan keterangan Dinas Air  di Jalur Gaza, kondisi air di wilayah Palestina dalam bahaya. Sejumlah laporan lembaga internasional dan lokal selama beberapa tahun terakhir menunjukkan, Jalur Gaza mengalami kekurangan tajam persediaan air baik kualitas dan kuantitasnya.

Untuk air minum, Jalur Gaza mengalami pengurangan tajam dan tingkat keasinan air karena limba air laut sangat tinggi. Jalur Gaza membutuhkan air setiap tahunnya dari 200-220 juta meter kubik.

Jalur Gaza mengandalkan pasokan air tanah sebagai sumber utama yang menggunakan mesin pompa yang mengandalkan listrik. Warga Jalur Gaza mengeluhkan tidak ada pasokan listrik di waktu siang hari. (Pip/Ram)