UNESCO: Penggalian Di Bawah Masjid Al-Aqsha Oleh Israel Adalah Ilegal

bendera israel di masjid aqsaEramuslim.com – Sebuah resolusi UNESCO menyatakan bahwa Al Aqsha dan tempat suci lainnya di Hebron dan Bethlehem merupakan “bagian integral Palestina.” Pernyataan ini membuat kesal pemerintah zionis yahudi. UNESCO juga mengutuk Israel, “pemerintahan penjajah,” karena menanam kuburan palsu di pemakaman Muslim, lansir World Buletin, Selasa (19/04/2016).

Dua tujuan ziarah kaum muslim, Masjid Ibrahimi (Gua para Leluhur) di jantung kota tua Hebron dan Masjid Bilal bin Rabah (Makam Rachel) di Bethlehem, diberi nama dalam laporan tersebut sebagai “situs Palestina.” Draft keputusan dewan eksekutif UNESCO di Palestina yang dijajah tersebut dirilis pada tanggal 11 April 2016.

Badan khusus PBB yang menangani masalah Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan ini “menegaskan kembali bahwa dua situs bersangkutan yang terletak di … Hebron dan di Betlehem merupakan bagian integral dari Palestina” dan “tidak menyetujui penggalian ilegal Israel, pekerjaan, pembangunan jalan pribadi untuk pemukim dan tembok pemisah di dalam Kota Tua … Hebron yang sedang berlangsung, yang akan mempengaruhi integritas situs,” kata pernyataan itu.

UNESCO juga mengecam serangan Israel terhadap umat Islam di Al Haram Al-Sharif, dan tempat sucinya, Masjid Al-Aqsha.

UNESCO “mengutuk keras agresi Israel dan langkah-langkah ilegal terhadap kebebasan beribadah dan akses Muslim menuju situs suci mereka Masjid Al-Aqsa / Al-Haram Al Sharif, dan meminta Israel, Pemerintahan Penjajah, untuk menghormati Status Quo situs bersejarah tersebut dan agar segera menghentikan seluruh tindakan mereka,” kata pernyataan itu.

UNESCO meminta Israel untuk menghentikan “larangan bagi umat Islam untuk mengubur jenazah di beberapa tempat dan melarang penanaman kuburan palsu Yahudi di pemakaman Muslim.”

UNESCO juga mengkritik “blockade zionis terus menerus di Jalur Gaza,” yang menyebabkan “jumlah korban antara anak-anak Palestina yang tidak dapat ditoleransi,” serta mengecam “serangan terhadap sekolah-sekolah dan fasilitas pendidikan dan budaya dan penolakan akses pendidikan.”(ts/JI)