Salju di Prancis Berubah Jadi Merah Mirip Darah, Bukan Pertanda Baik

Para peneliti juga membawa beberapa spesies kembali ke laboratorium untuk menyelidiki potensi pemicu mekarnya mereka.

Mekarnya ganggang terjadi secara alami—pengamatan tertulis pertama tentang darah gletser berasal dari Aristoteles, yang mengira bahwa salju telah tumbuh berbulu, cacing-cacing merah karena tergeletak terlalu lama.

Tetapi faktor-faktor yang dihasilkan manusia dapat memperburuk ledakan tersebut dan membuatnya lebih sering.

Cuaca ekstrem, suhu hangat yang tidak sesuai musim, dan masuknya nutrisi dari pertanian dan limpasan limbah, semuanya berperan dalam mekarnya ganggang air tawar dan laut.

Untuk melihat apakah hal yang sama berlaku untuk darah gletser, para peneliti menjadikan alga itu kelebihan nutrisi, seperti nitrogen dan fosfor.

Meskipun mereka belum menemukan sesuatu yang signifikan sejauh ini, kata Stewart, mereka berencana untuk melanjutkan pengujian ini.

Batas pengambilan sampel DNA berarti bahwa bahkan penelitian ini memberikan gambaran yang tidak lengkap tentang apa yang hidup di dalam dan di bawah salju.

Demikian disampaikan Heather Maughan, seorang ahli mikrobiologi dan peneliti di Institut Ronin di New Jersey yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

“Namun, itu mengungkapkan keragaman yang luar biasa dari ganggang alpine–menggarisbawahi betapa sedikit yang kita ketahui tentang mereka, serta potensi mereka untuk berfungsi sebagai mercusuar perubahan ekosistem,” katanya.

Stewart mengatakan, di tahun-tahun mendatang, para peneliti akan melacak bagaimana distribusi spesies bergeser dari waktu ke waktu, yang dapat menjelaskan kesehatan ekosistem secara keseluruhan.

Mereka juga akan mencoba menentukan apakah suhu pola berkorelasi dengan mekar, dan mulai membandingkan komposisi spesies di salju putih versus warna-warni.

Akhirnya, mereka berharap untuk menguraikan pesan merah darah itu.

“Hanya sedikit yang kita ketahui,” katanya. “Kita perlu menggali lebih dalam.” [Sindonews]