Nuansa Lebaran di Negeri Seribu Benteng Maroko

Bersama warga Indonesia lainnya di wisma duta dalam rangka open house

Bicara lebaran tentunya masing-masing orang punya persepsi yang berbeda, mulai dari proses penyambutan, tradisi-tradisi yang ada sampai pada pola hidup masyarakatnya.

Dan kalau saya boleh ceritakan perihal lebaran di tanah magrib ini sangat jauh berbeda dengan di tanah air, seperti tidak ada pawai bedug via kendaran-kendaran di malam takbiran, apalagi sampai pesta kembang api.

Kalau pun dengan Mesir ataupun Negara-negara di timur tengah pada umumnya masih ada persamaan, maklum orang-orang arab punya gaya yang sama dalam merayakan hari besar umat islam yang satu ini secara kolektif. Ala kulli hal malam takbiran disini terlihat biasa-biasa saja, tidak ada kemeriahan atau yang lainnya, kita justru lebih merasakan khusu’ dan khidmat akan suasana yang tenang di sini karena bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah ta’ala tanpa mengedepankan simbol-simbol, kesan meriah, melainkan lebih kepada esensi malam takbiran itu sendiri. Terlebih lagi bisa menjadi bahan renungan kita bersama karena jauh dari orang-orang tercinta dan handai taulan. Bukankah itu yang kita inginkan !!!!!!!!

Hmm…Sebenarnya saya agak sedikit mengkerutkan dahi 5 cm ketika harus menuliskan cerita lebaran disini, karena hari raya idul fitri di Maroko terlihat biasa-biasa saja Seperti layaknya hari-hari biasa. Jalanan terlihat sepi, sunyi, sesunyi dan sesepi kota yang telah mati sampai-sampai tiada burung bernyanyi, mungkin bagi masyrakat Maroko ini sudah tradisi.

Karena kalau menjadi meriah Judul tulisannya pun berubah ( Nuansa lebaran di Indonesia ) …..justru sebaliknya hari raya idul adha di sini lebih terasa dan ramai, bahkan di depan rumah-rumah mereka sudah menjadi keharusan ada hewan qurban dan ini menjadi tontonan menarik sehingga ramai. ( namanya jg hari berkurban) yang jelas sangat berbeda antara keduanya. Karena idul fitri bagi mereka adalah idul ashgor/hari raya kecil sedangkan idul adha adalah idul akbar/hari raya besar. Sisi lain yang menarik disini yaitu tidak ada fenomena MUDIK seperti di Indonesia. Sekali lagi semuanya terlihat biasa-biasa saja.

Yang lebih menarik lagi sebelum merayakan hari kemenangan tepatnya di malam ke-27 masyarakat Maroko ramai memakmurkan masjid untuk solat sunnah di malam harinya. Sebenarnya bukan hal baru karena rata-rata di timur tengah dan belahan dunia islam lainnya pun melakukannya.

Bedanya disini ada tradisi yang belum tentu ada di tempat lain yaitu menyantap KUSKUS ( makanan khas Maroko ) sebelum melakukan ritual solat malam. Hmm…kalau Bicara soal rasa cukup satu kata yang saya bisa gambarkan apalagi kalau bukan mak nyusss, tak kalah nikmat dengan gulei, rendang, soto, rawon. Dan makanan lainnya, tuk lebih jelasnya bisa dilihat di mbah google-images-kuskus Maroko atau di (http://www.youtube.com/watch?v=fbon57xJ36U).

Jejak Ramadan di masjid sunnah Rabat-Maroko

Selain tradisi memakan kuskus dimalam ke-27, ternyata masih ada keunikan lain yang membuat saya tersenyum sambil berkata aya-aya wae. Yaitu tradisi mencari berkah Ramadan khusus di tiga hari terakhir bagi Gadis-gadis Maroko sambil berharap mendapatkan JODOH yang baik di kemudian hari dengan mendatangi tenda-tenda hias untuk sekedar berfose di depan kamera dan mempercantik diri mereka dengan Henna ( daun pacar ) hiasan khusus bangsa arab terhitung sore hari sampai malamnya selama tiga hari terakhri di bulan suci ini. Bulan Ramadan memang bulan berkah bagi masyarakat Maroko sampai-sampai ada saja hubungannya dengan Jodoh.

Akhirnya tibalah hari raya yang dinantikan setelah bulan penuh berpuasa, dan kita mengetahui tentunya setiap negara yang sebagian masyarakatnya merayakan Idul Fitri, biasanya memiliki makanan khas hari raya. Makanan tersebut hanya disajikan ketika perayaan Idul Fitri untuk menyambut sahabat dan keluarga yang bersilahturahmi. Ritual ini juga berlaku di salah satu negara Kerajaan di Afrika bagian utara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Maroko.

Setelah umat muslim di Maroko melaksanakan shalat Idul Fitri, seluruh anggota sarapan bersama dengan menu tradisional, dikenal dengan sebutan Malwi. Kalau di Mesir saya bisa ibaratkan seperti Hawausy, hanya saja ini lebih tipis yang sudah di racik sedemikian rupa Bentuknya seperti roti cane dan dimakan dengan teh serta madu. Ada juga menu sarapan yang lebih modern, Halawiyat yaitu roti dan kue berbentuk cantik. Tetapi, menu Malwi merupakan makanan wajib di Maroko saat perayaan Idul Fitri, meskipun ada Halawiyat, Malwi tetap tersaji.

Setelah menyantap sarapan, acara selanjutnya adalah bersilahturahmi. Para pria biasanya mengenakan pakaian tradisional Maroko yang disebut Djellaba ( jubah panjang di sertai penutup kepala ) lengkap dengan sandal tradisional. Untuk kaum wanitanya mengenakan Takchita atau Kaftan dan juga sandal tradisonal khas Maroko yang sangat cantik. Lagi-lagi untuk mengetahui seperti apa pakaian dan sandal khas maroko bisa anda search di Mbah Google.

Jika di Tanah Air, makanan khas Idul Fitri adalah ketupat dan opor ayam, di Maroko selalu ada ‘Dajaj Muhamar’. Yaitu ayam panggang yang disajikan dalam piring besar dan dimakan bersama-sama anggota keluarga lainnya. Setelah itu, biasanya seluruh keluarga menikmati teh khas Maroko yang disebut ‘Atai’. Teh disajikan dalam teko berdesain cantik yang disebut ‘Barad’.

Ada aturan tertentu dalam menuangkan secangkir Atai. Misalnya, orang yang melakukan proses penuangan Atai adalah yang di tuakan oleh keluarga tersebut. Ia akan mengisi cangkir satu atau dua cangkir kemudian mengembalikan Atai ke Barad. Proses ini diulangi dua kali atau tiga kali. Untuk menemani minuman Atai, biasanya ada makanan pendamping yang diberi nama ‘Zamita’.

Kemudian pada malam harinya ada lagi ritual khusus gadis-gadis muda Maroko saat Idul Fitri, yaitu menghias tangan mereka dengan Henna seperti yang di sebutkan di atas. Tanaman Henna sendiri dianggap sebagai tanaman dari surga. Dengan mengenakan Henna saat Idul Fitri, mereka menganggap seperti merasakan surga di akhirat. ( aya aya wae ) Masyarakat Maroko memang mengganggap Idul Fitri adalah ‘surga kecil’ di mana mereka berkumpul bersama keluarga dan handai taulan dalam suasana penuh kegembiraan dan kasih sayang.

Taqobballahu minna wa minkum, Mohon maaf lahir dan batin. Selamat hari raya ‘Idul Fitri 1431 H.

Guntara Nugraha Adiana Poetra; Alumni Universitas Azhar Kairo 2008 fak Ushuluddin bidang hadist dan masih belajar di Maroko program s2, ( Study Islam )