Puasa di Negeri Sakura (6): “Lakukan Sesuai Kemampuan”

Musim panas mulai menunjukkan jati dirinya di hari ke enam romadhan. Matahari yang panas membara menjadi tantangan sendiri untuk menguji stamina dan daya tahan muslim yang berpuasa.

Tepat pukul 13.00 Nasywa sudah mulai mengeluh lapar dan haus. “masih berapa lama lagi Bi?” tanya Nasywa sambil memegangi buku yang baru dipinjamnya dari perpustakaan. Saya katakan padanya, “Nasywa tidur dulu ya, nanti sore habis sholat ashar kita main sepeda”. Nasywa lalu menjawab,”perutnya sakit nih Bi, gak bisa tidur kalau lagi lapar”.

Sambil terus membujuk Nasywa untuk mau mempertahankan puasanya sampai maghrib, saya mengajak Nasywa bermain. Menit demi menit berlalu, sambil sesekali mengeluh lapar, Nasywa masih terus mencoba untuk bertahan. Hari ini sebenarnya Nasywa sangat semangat berpuasa.

Semalam saya sampaikan kepada anak-anak saya, setiap kali mereka bisa selesai puasa sampai maghrib saya berikan hadiah 1000 Yen. “kalau bisa puasa 20 hari aja Nasywa dapat 20.000 yen ya Bi, nanti lebaran Nasywa bisa beli Nintendo baru dong”, sambut Nasywa sambil mencoret-coret hitungan di bukunya. Nintendonya memang sudah rusak, sehingga dia semangat sekali ketika saya janjikan “puasa berhadiah”.

Tapi semangat saja ternyata tidak cukup untuk menuntaskan perjuangan meraih cita-cita. Semangat harus bertemu dengan kemampuan yang merupakan hasil dari persiapan yang matang. Untuk bisa berpuasa dengan baik, Rosulullah mengajarkan kita agar makan sahur yang cukup, mengakhirkan waktu sahur dan menyegerakan berbuka.

Ini adalah bagian dari proses mematangkan persiapan agar kita mampu menuntaskan puasa kita. Terkadang banyak diantara kita yang tidak mampu mempersiapkan dirinya dengan matang namun berharap keberhasilan yang gemilang. Orang-orang seperti ini tidak jarang akan terkapar ditengah jalan impian, tak mampu meneruskan perjalanan dalam menuntaskan apa yang dicita-citakan.

Nasywa sangat semangat ingin menuntaskan “puasa berhadiah”nya. Tapi sayang, saat sahur, Nasywa bilang kalau dia sangat mengantuk, akibatnya dia tidak makan sahur dengan cukup. Bahkan susu segelaspun tidak mampu dia habiskan karena begitu ngantuknya dia. Persiapan yang kurang matang ini menyebabkan Nasywa kesulitan untuk mengekspresikan kemampuannya secara optimal.

Sekitar pukul 14.30-an Nasywa sudah guling-guling di kasurnya sambil memegang perutnya. “Abi, perut sakit banget nih, makan sekarang ya…” Akhirnya saya mengatakan pada Nasywa,”ya udah puasa sekuatnya aja, nanti kalau Nasywa sudah benar-benar gak kuat Nasywa boleh buka puasa duluan”. Tepat pukul 15.00 Nasywa akhirnya berbuka puasa. Dia sudah menyelesaikan sekitar ¾ perjuangannya menahan haus dan lapar. Sebagai bentuk fairness dan mengapresiasi perjuangan nya, saya berikan Nasywa ¾ dari hadiah 1000 yen yang sudah dijanjikan. “Nasywa sudah melakukan hal terbaik yang dia mampu”, pikir saya dan saya tidak akan menuntut Nasywa untuk memaksakan diri yang diluar kemampuannya.

Ya, Allah memang mengajarkan kita untuk melakukan hal terbaik sesuai dengan kemampuan kita. Puasa juga mengajarkan kita melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan. Kalau kita lihat perintah puasa ini, asal nya wajib dan diwajibkan kepada seluruh orang beriman.

Namun Allah memberikan keringanan kepada mereka yang sedang melakukan perjalanan, mereka yang sakit, mereka yang tengah hamil untuk menunda puasa di waktu lain di saat mereka memiliki kemampuan yang lebih baik. Bahkan Allah membebaskan kepada orang-orang tua yang memang tidak mampu untuk mengganti puasanya dengan membayar fidyah.

Semua benar-benar disesuaikan dengan kemampuan, dan bahkan Allah sendiri berjanji tidak akan membebani manusia kecuali sebatas kemampuannya.

Ketika Allah memberi kita keringanan untuk melakukan sesuatu sesuai kemampuan, maka tugas kita sesungguhnya adalah bagaimana menunjukkan kemampuan terbaik yang kita miliki, dan kemampuan terbaik hanya bisa kita tunjukkan kalau kita sudah mempersiapkannya dengan matang.

Jadi tugas kita dalam meraih sebuah cita-cita sebenarnya adalah bagaimana mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, agar kita bisa menampilkan kemampuan terbaik, dan karenanya kita berhak atas hasil-hasil terbaik. Wallauhu`alam. (Mukhamad Najib)