Tarbiyah Lewat Gunung, Sungai, dan Pepohonan

Tak banyak aktivis dakwah yang terpikir untuk memanfaatkan keindahan alam nyata sebagai media tarbiyah atau pendidikan Islam. Terlebih lagi yang konsisten dan sabar melakoni lapangan ini hingga tahunan. Bukan hanya soal besaran dana, keuletan dan kerja keras juga menjadi tantangan yang tidak kecil.

Tarbiyah model inilah yang saat ini sedang ditekuni sekelompok aktivis dakwah dari Lembaga Pendidikan Islam Iqro, Pondok Gede, Bekasi. Sepuluh tahun lebih, anak-anak muda yang tergabung dalam Iqro Adventure berkiprah membina umat lewat tafakur alam, outbond, dan muhasabah.

Awalnya, aktivis Islam yang memang punya hobi menjelajah alam ini tersentuh dengan dakwah dan arahan dari seorang ustadz yang bernama Rahmat Abdullah, rahimahullah. Mereka pun langsung melakukan kerjasama dengan Perhutani untuk memanfaatkan kawasan air terjun Mega Mendung Bogor sebagai sarana tafakur alam. Pada tahun 1998, dakwah lewat keindahan alam pun telah mereka lakukan.

Banyak kalangan yang terdiri dari lembaga pendidikan Islam, ormas Islam, hingga perusahaan-perusahaan swasta tertarik untuk mengikuti tafakur alam dan outbond ini. Puncaknya, pada tahun 2001, Iqro Adventure diresmikan oleh inspiratornya, Ustadz Rahmat Abdullah yang saat itu didampingi Ustadz Hidayah Nur Wahid, Ketua MPR saat ini.

Tidak kurang dari 150 peserta yang mengikuti tafakur alam dan outbond ini tiap bulannya. Kian hari, jumlah peserta terus bertambah. Mereka begitu tertarik dengan sejumlah acara yang disajikan para instruktur yang saat ini berjumlah 20 orang, ikhwan dan akhwat.

Sejumlah acara yang biasa disajikan adalah outbond dan menelusuri sungai jernih di ujung bukit Mega Mendung, games Islami, dan muhasabah. Untuk acara terakhir tergolong unik. Pasalnya, peserta tidak hanya mendengarkan nasihat yang menyentuh hati, tapi mereka dikondisikan dengan liang lahat atau kuburan buatan. Pada suasana malam, para peserta dipersilakan memasuki 10 liang lahat yang sudah disiapkan instruktur. Saat itulah, mereka seolah berada dalam kematian.

”Konsep itu memang dimaksudkan sebagai keseimbangan antara tarbiyah dalam bentuk fisik, pemikiran, dan ruhani,” ujar salah seorang instruktur, Taufik.

Untuk mengikuti serangkaian tafakur alam ini, peserta dikenakan biaya sekitar 120 ribu per orang, sudah termasuk tenda dan makan. Biaya ini untuk honor instruktur, dan perawatan alat dan lokasi outbond.

Dakwah lewat tafakur alam dan outbond ini memang tidak selalu berjalan mulus. Pada tahun 2007, para aktivis ini pernah digusur oleh pemda sebagai pengelola lahan dengan alasan pencemaran sungai. Namun, setelah mereka tergusur, grup outbond dari lembaga non muslim justru menggantikan lahan mereka.

Bukan itu saja, berita penggusuran ini sempat heboh di media waktu itu. Bahkan tersebar fitnah bahwa para aktivis dakwah ini disebut-sebut sebagai pelatih-pelatih militan yang menyiapkan kader muda Islam untuk tujuan tertentu. Syukurnya, fitnah ini bisa mereka klarifikasi dengan baik.

Di tengah tuduhan miring pihak tertentu dan minimnya dana untuk mengelola lahan yang saat ini berkisar 5 setengah hektar ini, para aktivis dakwah ini tetap sabar melakoni tarbiyah bentuk lain. ”Insya Allah, kita akan terus kerja keras. Kedepan, kita targetkan sekitar 500 orang per bulan,” ujar seorang instruktur lain, Irfan optimis. mnh