Sosok Anti-Islam Pete Hegseth Resmi Jadi Menteri Pertahanan AS

eramuslim.com – Pete Hegseth, tokoh sayap kanan yang dikenal dengan pandangan anti-Islamnya, kini resmi menjabat sebagai Menteri Pertahanan Amerika Serikat. Jabatan ini membuatnya menjadi salah satu tokoh anti-Islam paling berpengaruh di dunia, mengingat ia kini memimpin militer yang paling kuat dan canggih di muka bumi.

Hegseth, yang sebelumnya dikenal sebagai pembawa acara di Fox News sekaligus komentator politik, mendapatkan posisinya setelah melalui pemungutan suara di Senat AS. Hasil pemungutan suara tersebut berimbang dengan masing-masing 50 suara, dan suara penentu akhirnya diberikan oleh Wakil Presiden JD Vance, yang mendukung pengangkatannya. Hegseth sendiri telah dicalonkan oleh Presiden AS Donald Trump sejak akhir tahun lalu.

Hegseth memiliki tato dengan moto tentara salib “deus vult” di lengannya, sebuah frasa yang sering dikaitkan dengan retorika anti-Muslim. Dalam sejumlah buku yang ia tulis, seperti diulas oleh The Guardian, Hegseth kerap menonjolkan pandangan fanatik anti-Islam.

Dalam bukunya yang berjudul American Crusade (2020), Hegseth menggambarkan Islam sebagai musuh alami dan historis peradaban Barat. Buku tersebut menyajikan pandangan yang menyimpang tentang Islam melalui teori konspirasi rasis. Hegseth juga menuding bahwa kaum kiri dan umat Muslim bekerja sama dalam upaya untuk menggulingkan Amerika Serikat. Selain itu, ia mengidolakan para tentara salib dari abad pertengahan.

Para ahli menyebut pandangan Hegseth tentang Islam penuh dengan kesalahan, kepalsuan, dan teori konspirasi sayap kanan. Dalam laporan sebelumnya, The Guardian menyebut bahwa Hegseth, melalui bukunya yang diterbitkan pada 2020, menyerukan “Perang Salib Amerika” yang menargetkan “musuh internal” atau “musuh dalam negeri” serta musuh Israel.

Hegseth juga menghubungkan hal tersebut dengan sekutu internasional Amerika Serikat. Ia menulis: “Kita mempunyai musuh dalam negeri, dan kita mempunyai sekutu internasional… inilah saatnya untuk menjangkau orang-orang yang menghargai prinsip-prinsip yang sama, mempelajari kembali pelajaran dari mereka, dan membentuk ikatan yang lebih kuat.”

Dalam American Crusade, Hegseth menggambarkan perang salib abad pertengahan sebagai model hubungan antara Kristen dan Muslim. Dalam bab berjudul Make the Crusade Great Again, ia menulis: “Pada abad kesebelas, agama Kristen di wilayah Mediterania, termasuk tempat-tempat suci di Yerusalem, begitu terkepung oleh Islam sehingga umat Kristen mempunyai pilihan yang sulit: melancarkan perang defensif atau melanjutkan perang untuk memungkinkan ekspansi Islam dan menghadapi perang eksistensial di dalam negeri di Eropa.” Pernyataan ini, menurut para sejarawan, hanyalah narasi yang mengada-ada.

Hegseth melanjutkan: “Paus, Gereja Katolik, dan umat Kristiani Eropa memilih untuk berperang–dan lahirlah perang salib,” serta “Paus Urbanus II mendorong umat beriman untuk melawan umat Islam dengan seruan perangnya yang terkenal di bibir mereka: ‘Deus vult!,’ atau ‘Tuhan menghendakinya!’” Frasa ini juga menjadi tato di tubuh Hegseth, yang sering dikaitkan dengan nasionalisme Kristen, supremasi kulit putih, dan pandangan sayap kanan.

Menurut Hegseth, kemenangan jangka pendek para tentara salib di Tanah Suci dianggap sebagai bukti bahwa mereka menjaga nilai-nilai modern. Ia menulis: “Nikmati peradaban Barat? Kebebasan? Keadilan yang setara di bawah hukum? Terima kasih seorang tentara salib.”

Di bagian lain buku American Crusade, Hegseth secara berulang menggambarkan imigrasi Muslim ke Eropa sebagai “invasi” yang bertujuan menggantikan populasi kulit putih. Ia juga secara sembarangan mengklaim bahwa umat Islam berencana menduduki Eropa melalui konsep hijrah.

(Sumber selengkapnya: Republika)

Beri Komentar

1 komentar