Keutamaan Orang yang Membantu Para Mujahid Untuk Jihad Di Jalan Allah

KEUTAMAAN ORANG YANG MEMBANTU PARA MUJAHID YANG BERJIHAD DI JALAN ALLAH

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 

لَّا يَسْتَوِى ٱلْقَٰعِدُونَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُو۟لِى ٱلضَّرَرِ وَٱلْمُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَٰهِدِينَ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى ٱلْقَٰعِدِينَ دَرَجَةًۭ ۚ وَكُلًّۭا وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَٰهِدِينَ عَلَى ٱلْقَٰعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًۭا

“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” (An Nisaa’: 95)

Meskipun Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan bahwa pahala bagi orang yang berjihad di jalan Allah LEBIH BESAR dan LEBIH MULIA daripada orang-orang yang tidak ikut serta dalam jihad , namun ada beberapa peran yang bisa diambil oleh orang-orang yang tidak ikut berjihad dalam membantu para Mujahid. Di antaranya

menanti

Di antaranya:

1. Mencukupi Kebutuhan Para Mujahid.

Dari Shahabat Zaid bin Khalid radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa MENYIAPKAN keberangkatan seorang tentara Islam dalam jihad di jalan Allah, BERARTI IA IKUT BERJIHAD. Dan barangsiapa MEMBANTU kebutuhan keluarga yang ditinggalkannya, BERARTI IA IKUT BERJIHAD.”

[HR. Bukhari (no. 2843), Muslim (no. 1895/135, 136), Abu Dawud (no. 2509), At-Tirmidzi (no. 1628), dan An-Nasa’i (VI/46)].

 

2. Memenuhi (Mencukupi) Kebutuhan Keluarga Para Mujahid.

Dari Shahabat Zaid bin Khalid Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

 

“Barangsiapa MENYIAPKAN keberangkatan seorang tentara Islam dalam jihad di jalan Allah, BERARTI IA IKUT BERJIHAD. Dan barangsiapa MENJAMIN kebutuhan keluarga yang ditinggalkannya dengan baik, BERARTI IA IKUT BERJIHAD.”

[HR. Muslim (no. 1895) dan lainnya]

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan:

“Maksudnya, ia akan mendapat pahala dengan sebab jihadnya orang tadi, dan pahala ini akan didapatkan pada setiap jihad, baik sedikit maupun banyak. Pahala tersebut juga diberikan bagi setiap orang yang menjamin kebutuhan keluarga seorang Mujahid dengan baik; seperti menafkahi mereka atau membantu urusan mereka. Dan besar kecilnya pahala tersebut tergantung dari sedikit atau banyaknya bantuan. Di dalam hadits ini terkandung anjuran untuk membalas kebaikan orang yang berjasa bagi Islam dan kaum Muslimin, atau (membalas kebaikan) orang yang mengemban suatu tugas penting demi mereka.” [Syarah Shahih Muslim (XIII/40)]

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:

“Sabda Nabi “BERARTI IA IKUT BERPERANG”, menurut Ibnu Hibban maknanya bahwa ORANG ITU mendapat pahala yang sama, meskipun tidak terjun langsung ke medan jihad. 

Kemudian ia (Ibnu Hibban) meriwayatkan hadits ini, dari Busr bin Sa’id, dengan lafazh:

“Ditetapkan baginya pahala seperti pahala Mujahid itu tadi, tanpa mengurangi pahala Mujahid itu sedikit pun.”

[Shahih. HR. Ibnu Hibban (no. 4614 – At-Ta’liiqaatul Hisaan)]

Ibnu Majah meriwayatkan hadits semakna, dari Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa MEMPERSIAPKAN segala keperluan seorang Mujahid hingga ia bisa menutup seluruh kebutuhannya, maka BAGINYA PAHALA SEPERTI PAHALA MUJAHID TERSEBUT SAMPAI IA GUGUR ATAU IA PULANG (dengan selamat).”

[Shahih. HR. Ibnu Majah (no. 2758)]

Dan hadits ini mengandung dua faedah:

Pertama, janji yang disebutkan (dalam hadits ini) merupakan imbalan atas PERSIAPAN TERBAIK yang diberikannya, dan inilah yang dimaksud dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam “HINGGA IA BISA MENUTUP SELURUH KEBUTUHANNYA”.

“Kedua, bahwa pahala mereka berdua sama besarnya hingga usai peperangan tersebut.”[Fathhul Baari (VI/50, cet. Darul Fikr)]

 

3. Orang yang Membantu Memberikan Nafkah Bagi Orang yang Berjihad Akan Dibalas (Diberi Ganjaran) Berlipat Ganda.

Allah Ta’ala berfirman:

 

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍۢ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍۢ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 261)

Dari Abu Mas’ud Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Seorang laki-laki datang dengan seekor unta yang telah diikat, lalu ia berkata, ‘Ini (untuk sedekah) di jalan Allah.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Karena unta ini, engkau akan mendapatkan 700 unta pada Hari Kiamat, semua unta itu telah diikat.” [HR. Muslim (no. 1892)]

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“Barangsiapa memberikan nafkah (infaq) kepada orang yang berjihad fii sabilillah, maka akan ditulis pahalanya sampai 700 kali lipat.” [Shahih. HR. An-Nasa’i (VI/49) dan At-Tirmidzi (no. 1625), dari Shahabat Khuraim bin Fatik radhiyallahu ‘anhu]

4. Orang yang Bersedekah Membantu Jihad Akan Masuk Surga.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa menyedekahkan dua pasang kuda fii sabilillah, niscaya akan dipanggil di Surga kelak, ‘Wahai hamba Allah, inilah kebaikan.’ Jika ia termasuk ahli shalat, niscaya ia akan dipanggil dari pintu shalat, jika ia termasuk ahli jihad, maka ia akan dipanggil dari pintu jihad, dan jika ia termasuk ahli sedekah, niscaya ia akan dipanggil dari pintu sedekah, dan jika ia termasuk ahli puasa, niscaya ia akan dipanggil dari pintu Ar-Rayyan.”

Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata:

“Wahai Rasulullah! Tidak akan ada bahaya yang menimpa seseorang yang di panggil dari semua pintu itu, adakah orang yang dipanggil dari semua pintu?”

Beliau menjawab:

” Ya, ada, aku berharap engkau termasuk dari mereka.”

[HR. Bukhari (no. 1897) dan Muslim (no. 1027)]

 

5. Mengurus Keluarga Mujahidin yang Gugur.

Para Mujahid adalah orang yang mengorbankan diri dan jiwanya demi kepentingan kaum Muslimin. Karena itu, kaum Muslmin harus membalas kebaikannya. Apabila ada Mujahid yang gugur, maka hormatilah keluarganya, dilayani kebutuhannya dan dibantu (untuk meringankan) kesusahannya.

Hal ini berdasarkan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para istri beliau, ketika Shahabat Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu gugur dalam perang Mu’tah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada istri-istri beliau:

“Siapkanlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena sungguh telah datang kepada mereka sesuatu yang menyibukkan mereka.”

[Hasan. HR. Ahmad (i/205), Abu Dawud (no. 3132), At-Tirmidzi (no. 998), Ibnu Majah (no. 1610), dan lainnya. At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan”]

 

6. Ancaman Bagi Orang yang Tidak Membantu Para Mujahid.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

“Siapa saja yang tidak pergi berjihad, TIDAK MENDANAI SEORANG MUJAHID atau MENGURUS KELUARGA SEORANG MUJAHID, akan mengalami bencana sebelum ia meninggal.”

[Hasan. HR. Abu Dawud (no. 2503), Al-Baihaqi (IX/48), Ad-Darimi (II/209), Ibnu Majah (no. 2762), dan lainnya, dari Shahabat Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahaadits Ash-Shahiihah (VI/128, no. 2561)]

 

(Dikutip dari buku “Jihad Dalam Syari’at Islam” (karya Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullah).

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ، وَلَمْ يُحَدِّثْ بِهِ نَفْسَهُ، مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ.

 

“Barangsiapa meninggal dunia sedang ia tidak pernah ikut berperang dan juga tidak terbetik dalam benaknya (niat) untuk berperang, maka matinya termasuk dalam satu cabang kemunafikan.”

[HR. Muslim (no. 1910), Abu Dawud (no. 2502), An-Nasa-i (VI/8), Ahmad (II/374), dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]

Semoga bermanfaat..

(ts/fb-cintaislam)