Membaca Jaringan Cina di Bali dari Perspektif Geopolitik

Eramuslim.com -Kajian (ilmu) geopolitik senantiasa melihat persoalan negara dari 4 (empat) dimensi yang meliputi teori ruang (living space) atau lebensraum, dimensi frontier, dimensi keamanan negara dan bangsa, serta dimensi politik kekuatan atau sering disebut power concept.

Secara singkat dan sederhananya dalam praktik (geo) politik, empat dimensi di atas artinya “pintu masuk.” Pintu masuk untuk kemana? Kolonialisme. Ini memang sisi lain dari sebuah geostrategi. Pertanyaan kenapa geostrategi terkait dengan dimensi–pintu masuk–dalam pergeopolitikan, tapi poin ini nanti kita ulas di lain topik.

Klunya seperti ini. Ruang adalah inti geopolitik, begitu kata Ratzel dan Haushofer. Apapun dimensi yang dipakai oleh kaum kolonial, poin inti yang ingin direbut adalah ruang, baik ruang secara fisik yaitu teritorial maupun ruang atau lebensraum dalam arti nonfisik–seperti pengaruh, sphere of influence, hegemoni dan lain-lain.Amerika Serikat (AS) dan sekutu, misalnya, ketika mereka mengkoloni Afghanistan dan Irak dahulu, pintu masuknya adalah (dimensi) power concept dengan militer di depan. Cina pun demikian, ketika merambah ke negara-negara Afrika terutama Angola, Zimbabwe (misalnya), juga melalui power concepttetapi dari sisi (investasi) ekonomi yang didepan–bukan militer–bermodus debt trap. Jebakan hutang.

Atau contoh lain lagi, lepasnya Sipadan Ligitan dari NKRI tempo doeloe, salah satunya akibat menebalnya frontier (batas imajiner antara pusat dan daerah akibat pengaruh asing) di wilayah perbatasan serta pembiaran berlarut oleh pusat terhadap frontier tersebut. Lazimnya pengaruh asing bermula dari ekonomi, sosial, dan budaya (Ekosob), dan jika frontier tadi tidak dilakukan antisipasi maka dapat berujung ke aspek politik dan lain-lain.