Minimnya Ulama Istiqomah, Bedah Pemikiran Mbah Hasyim Asy’ari

Atau karena masjidnya diberi pagar mengitar yang terkunci rapat, hingga menyulitkan umat Islam untuk masuk masjid selain pada jam-jam shalat fardlu saja. Padahal arti mema’murkan masjid serta sunnah beri’tikaf itu semestinya tersedia waktu bagi umat Islam selama 24 jam.

KH. Hasyim Asy’ari melanjutkan dalam kitabnya tentang tanda-tanda dekatnya hari Qiamat itu, antara lain jika terjadi pesatnya perdagangan hingga kaum wanita membantu suaminya dalam berdagang, terputusnya tali persaudaraan, merebaknya pena (tulis-menulis), dan munculnya kesaksian-kesaksian palsu.

Tanda-tanda ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Al-Bukhari dari Sahabat Ibnu Mas’ud RA.

Menurut KH. Hasyim Asy’ari, yang dimaksud dengan merebaknya pena ialah banyaknya juru tulis dan minimnya ulama (orang yang berilmu). Artinya, mereka merasa cukup belajar menulis kaligrafi, atau artikel dan komentar dengan tujuan agar bisa bergaul dengan para pejabat pemerintah.

Coba dicermati lebih mendalam, betapa saat ini telah banyak merebaknya para penulis, entah itu berupa buku yang berhalaman sangat tebal, atau yang sedang maupun yang tipis, bahkan buku kecil berukuran saku, serta marak bertebarannya artikel-artikel keagamaan di tengah masyarakat, terutama di dunia medsos, entah itu berupa nasehat, kritik sosial politik, pujian, pembelaan, cerpen, komentar, dan berbagai macam jenis tulisan lainnya.

Sekalipun kesadaran menulis dan membaca itu sangat positif dan bermanfaat bagi umat Islam pada khususnya, namun kondisi ini ternyata menjadi salah satu tanda sudah dekat datangnya hari Qiamat. Barangkali dari sisi inilah yang seringkali dilupakan oleh umat Islam.

Terutama dengan banyaknya para ulama sepuh yang wafat padahal mereka memiliki keilmuan sangat berkualitas, sedangkan para penggantinya masih belum mampu menguasai ilmu dari para ulama yang telah dipanggil oleh Allah SWT tersebut.

Bahkan tak jarang umat Islam mendengarkan berita tak sedap, karena ada di antara para putra ulama sepuh, yang semestinya diharap dapat mengganti peran dan kedudukan orang tuanya dalam membimbing umat, ternyata terlibat korupsi, atau berebut jabatan di pemerintahan, atau mendirikan perkumpulan semacam organisasi serta forum, namun bertujuan demi mengeruk keuntungan pribadi dan kelompoknya, berebut harta yang bersifat duniawi, tanpa memperdulikan apakah itu halal atau haram maupun syubhat karena tidak jelas halal-haramnya.(kl/swa)