Nova Cidade de Kilamba, Pelajaran Dari Angola (1)

Eramuslim.com – Nova Cidade de Kilamba. Anda pernah mendengar istilah ini? Mungkin tidak. Cobalah searching di gugel, tak sampai sedetik, ratusan ribu entry akan terpampang di layar monitor. Dan yang menarik, akan ada judul besar jika istilah itu merujuk nama “Kota Hantu”.

Ya, Nova Cidade de Kilamba memang mirip kota hantu.

Tapi jangan dibayangkan kota itu gelap, penuh dengan bangunan tua yang menyeramkan, dan dihuni mahluk-mahluk mengerikan. Tidak. Orang menyebut Kota Hantu karena kota  dengan luas 5.000 hektar yang dipenuhi 750 bangunan apartemen itu benar-benar sepi. Dari 2.800 unit apartemen yang ada, yang baru dihuni hanya 200-an unit. Sehingga, sebuah sendok jatuh di dalam kamar apartemen, dentingannya akan terdengar jauh sampai ke jalan.

Nova Cidade de Kilamba terletak hanya 30 kilometer dari ibukota Angola, Luanda.  Kota kecil yang memang dibangun dari nol itu diproyeksikan bisa menampung tak kurang dari 500.000 penduduk. Ratusan apartemen yang masing-masing memiliki delapan lantai, puluhan bangunan sekolah, seratusan unit toko, infrastruktur jalan raya yang mulus dan lebar, lengkap dengan lampu-lampu jalan yang menjulang tinggi, plus stadion sudah tersedia di sini. Hanya saja, kota baru yang dibangun China International Trust and Investment Corporation (CITIC) selama tiga tahun dan menelan biaya hingga US$ 3,5 miliar  atau hampir mencapai Rp.33 triliun ini masih sepi peminat.

Kota ini merupakan proyek terbesar dari pembangunan kota-kota satelit di sekitar Luanda yang seluruhnya dibangun perusahaan-perusahaan Cina. Sebagian besar pekerjanya juga didatangkan dari Cina, demikian pula dengan peralatan dan bahan bakunya. Pemerintah Angola tinggal duduk manis. Namun tentu saja, semua ini tidak gratis. Angola harus mengembalikan semua ongkosnya dalam bentuk minyak mentah.

Kini kota yang disebut sebagai permata Angola pasca perang ini menjadi bintang dalam iklan-iklan promosi pemerintah negara penghasil intan di Afrika tersebut.

Di dalam iklan yang disiarkan teve lokal, dipertontonkan keluarga-keluarga Angola yang hidup berbahagia, menikmati gaya hidup modern yang jauh dari debu, nyaman dengan sofa empuk dan sistem pendingin udara, dan jauh dari hiruk pikuk Luanda yang dipadati jutaan orang yang tinggal di permukiman-permukiman kumuh.

Tapi orang-orang di dalam iklan itu hanyalah aktor. Di balik semua aktivitas yang dipertontonkan, kenyataan di lapangan tidak seindah promosinya. (kl/Bersambung)