Politikus Anti-Islam Belanda Ini Punya Sejarah di Indonesia

Eramuslim.com – Sosoknya kian mengemuka jelang pemilihan umum Belanda 15 Maret mendatang. Dia disebut-sebut sebagai Donald Trumpnya Negeri Kincir Angin. Kata-katanya nyelekit dan bisa bikin kuping panas, terutama bagi warga muslim. Dialah Geert Wilders, pendiri Partai Kebebasan pada 2006 lalu. Sejak awal, politikus Belanda itu dikenal sebagai seorang yang anti-Islam dan selalu menjanjikan pengabdian diri untuk mendominasi tradisi Yahudi dan Kristen dalam konstitusi Belanda.

Sebelumnya, Wilders diprediksi tidak akan bisa masuk ke pemerintahan. Namun, kenyataan berkata lain. Sepanjang satu dekade belakangan dia terjun dalam politik Belanda dan berhasil membuat pengaruhnya semakin menguat.

Wilders disebut-sebut sebagai Donald Trump versi Belanda. Kesamaan antara keduanya terutama dalam cara bergaya tidak bisa ditampik lagi, khususnya dalam cara berpakaian, model rambut, serta beberapa kicauan kontroversial di media sosial Twitter.

Wilders lahir di Venlo, sebuah kota industri di provinsi mayoritas Katolik Limburg. Tidak banyak yang tahu fakta ini, namun, rupanya Wilders merupakan anak dari seorang ibu yang lahir di Indonesia. Ibu Wilders lahir dari sebuah keluarga kolonial di Hindia Belanda, nama Indonesia sebelum revolusi kemerdekaan.

Dilansir dari laman Guardian, Kamis (9/3), Wilders memiliki hubungan rumit dengan salah satu anggota keluarganya yakni Paul, kakaknya. Paul sempat menyebut Wilders sebagai hama mengerikan yang egosentris dan sangat agresif. Karir Wilders di dunia politik dimulai saat usianya masih 10 tahun. Saat itu dia sering mengirim artikel kritis di majalah sekolahnya.

Kini, Wilders tengah bersaing dengan para politikus lain untuk memenangkan pemilihan umum di Belanda. Saat ini Perdana Menteri, Mark Rutte, sudah memimpin pemilu di berbagai survei pemilu.

Partai Wilders menempati posisi kedua, namun ada peluang yang memungkinkan Wilders jadi nomor satu. Sejumlah survei memperkirakan partainya Wilders akan mendapat kursi parlemen dua kali lipat dari saat ini, yaitu sekitar 29 hingga 35 kursi.

Kendati demikian, beberapa pengamat konstitusi mengatakan jika Wilder sampai terpilih menjadi perdana menteri, maka sebagian besar kebijakan yang dia rencanakan selama kampanye akan dengan mudah kandas.

“Banyak rencana diskriminatif yang dibuatnya hingga melanggar hak-hak dasar, khususnya bagi umat Islam,” kata kepala Ordo Belanda Advokat, Wouter Veraart.

Semoga Wilders bertaubat dan mendapat hidayah. Amien. (jk/mdk)