eramuslim.com – Sejak resmi dilantik pada 20 Januari 2025, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang menuai kontroversi di berbagai negara. Akibatnya, beberapa negara pun memberikan julukan baru bagi Trump.
China, misalnya, menyebut AS sebagai “tukang bullying” setelah Trump memberlakukan tarif perdagangan terhadap negaranya. Sebagai respons, Beijing memperkeras sikapnya terhadap kebijakan tarif tersebut.
“Dalam menghadapi tindakan intimidasi sepihak, [China] pasti akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi hak dan kepentingannya sendiri dengan tegas,” ujar Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, He Yongqian, seperti diterjemahkan oleh CNBC International pada Jumat, 7 Februari 2025.
Ia juga menegaskan bahwa China tidak berniat memprovokasi sengketa perdagangan dan tetap membuka peluang diskusi untuk menyelesaikan permasalahan ini. Sebelumnya, pernyataan resmi Beijing menekankan kesediaannya untuk bernegosiasi.
Nada serupa juga disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian. Ia menegaskan bahwa China sangat menyesalkan dan menolak kebijakan AS yang mengenakan tarif tambahan sebesar 10% pada impor China dengan alasan terkait fentanil.
“Langkah-langkah yang diambil Tiongkok adalah apa yang diperlukan untuk melindungi hak dan kepentingan sah kami,” tambahnya.
Selain China, Afrika Selatan juga menyebut Trump sebagai “tukang perundungan” setelah AS menghentikan pendanaan bagi negara tersebut sebagai respons terhadap kebijakan reformasi tanah yang diterapkan pemerintah Afrika Selatan.
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, dalam pidato kenegaraan tahunannya pada Kamis, menegaskan bahwa negaranya tidak akan tunduk pada tekanan asing.
“Kita menyaksikan kebangkitan nasionalisme, proteksionisme, pengejaran kepentingan sempit dan penurunan tujuan bersama,” katanya.
“Kita akan berdiri bersama sebagai bangsa yang bersatu, dan kita akan berbicara dengan satu suara untuk membela kepentingan nasional kita,” tegasnya.
Pekan lalu, Trump menuduh, tanpa memberikan bukti, bahwa “Afrika Selatan menyita tanah dan memperlakukan kelompok orang tertentu dengan sangat buruk”, merujuk pada undang-undang baru yang bertujuan mengurangi kesenjangan ras dalam kepemilikan tanah.
Afrika Selatan juga mendapat kritik dari Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, yang menyatakan tidak akan menghadiri pertemuan G20 mendatang di Johannesburg. Rubio menuding Afrika Selatan melakukan tindakan yang “sangat buruk”, termasuk “menggunakan G20 untuk mempromosikan solidaritas, kesetaraan, dan keberlanjutan”.
(Sumber selengkapnya: Cnbcindonesia)