Sukses : Proses yang Konsisten Menuju Cita-Cita

(Bagian ke-8 dari tulisan "Rahasia Meraih Sukses Tanpa Henti")

“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul yang telah bersabar…” (QS. 46 : 35)

Sukses juga berarti perjalanan menuju cita-cita mulia. Tidak peduli apakah Anda berhasil meraih cita-cita itu atau tidak. Selama Anda konsisten berada di jalan menuju cita-cita mulia berarti Anda telah sukses dalam pengertian sebenarnya.

Apakah Anda tahu kisah hidup Nabi Nuh, Nabi Ayub, Nabi Zakaria atau Nabi Isa? Mereka adalah sebagian dari nabi yang lebih banyak hidup menderita di dunia. Mereka dicerca, dikucilkan, ditimpa berbagai musibah dan kesulitan. Bahkan Nabi Zakaria tewas dibunuh oleh orang-orang yang membencinya. Apakah Anda berani mengatakan mereka sebagai orang yang gagal dalam hidup? Tentu tidak. Sebab jika mereka orang yang gagal, tidak mungkin Tuhan memuji dan mengangkat mereka sebagai Nabi. Predikat Nabi yang disandangkan kepada mereka sudah menunjukkan kesuksesan mereka dalam hidup.

Apa sebabnya Tuhan mengangkat mereka sebagai orang yang mulia dan sukses di dunia padahal riwayat hidup mereka lebih banyak berisi kesulitan dan penderitaan? Kuncinya terletak pada konsistensi mereka untuk berjalan menuju cita-cita mulia, walau berbagai hambatan dan cobaan menghadang perjalanan mereka.

Seluruh Nabi mempunyai cita-cita agar manusia kembali kepada Tuhan dan saling berkasih sayang satu sama lain. Cita-cita tersebut mereka perjuangkan dengan sungguh-sungguh sepanjang hidup. Mereka rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, bahkan jiwa mereka untuk merealisir cita-cita tersebut. Tuhan memuji konsistensi mereka dalam memperjuangkan cita-cita yang mulia. Tuhan menghendaki agar mereka dijadikan contoh bagi manusia lainnya dalam memperoleh kesuksesan. Mereka adalah orang-orang sukses karena konsistensinya dalam memperjuangkan cita-cita yang mulia.

Ali Syari’ati pernah mengajukan pertanyaan : Menurut Anda apakah orang yang mati dibunuh karena membela seekor kuda yang disiksa majikannya dapat dikatakan sebagai orang yang mati sia-sia dan konyol? Syari’ati menjawab : Tidak! Orang tersebut justru mati sebagai pahlawan karena menentang tindakan sewenang-wenang (terhadap binatang). Ia menjadi orang sukses karena sungguh-sungguh membela kebenaran, walau terhadap binatang sekali pun.

Sukses sebagai proses yang konsisten menuju cita-cita mulia adalah jalan para pahlawan yang kita kagumi sepanjang sejarah peradaban manusia. Jalan Umar bin Khatab dan Ali bin Abu Tholib yang meninggal karena dibunuh. Jalan Imam Hambali dan Ibnu Taimiyah (yang dicerca dan dikucilkan penguasa). Jalan Sholahuddin Al Ayyubi dan Omar Mukhtar yang menghabiskan usianya untuk berperang melawan penjajah. Jalan Hasan Al Banna dan Sayyid Quthb yang dibunuh penguasa. Juga jalan Mahatma Gandhi, Martin Luther King, Abraham Lincoln, Nelson Mandela, Jendral Soedirman dan masih banyak lagi nama lainnya yang hidupnya lebih banyak menderita karena memperjuangkan cita-cita mulia. Mereka adalah orang-orang besar yang dikagumi sepanjang sejarah. Orang mengakui kesuksesan hidup mereka karena konsistensinya memperjuangkan cita-cita mulia.

Jadi, jika Anda ingin sukses jadilah orang-orang yang konsisten memperjuangkan cita-cita mulia. Tak peduli apakah Anda berhasil mewujudkan cita-cita tersebut atau tidak, Anda tetap dikatakan sebagai orang yang sukses. Selama Anda terus berada dalam proses menuju cita-cita mulia berarti Anda tetap sukses, walau mungkin menghadapi kesulitan, penderitaan, cobaan dan bahaya dalam mewujudkan cita-cita itu. Milikilah keyakinan ini. Keyakinan yang juga dimiliki para nabi dan rasul, para pahlawan, dan orang-orang besar sepanjang sejarah manusia. Mereka yakin jalan hidup mereka adalah jalan kesuksesan dan mereka rela mengorbankan tenaga, pikiran, waktu dan nyawa mereka untuk memperolehnya. Dunia pun mengakui kesuksesan hidup mereka.

Sayangnya orang-orang sukses yang konsisten memperjuangkan cita-cita mulia semakin langka di zaman sekarang. Tergerus oleh pengertian sukses sebagai kekayaan, ketenaran dan jabatan yang tinggi. Justru orang yang rela mengorbankan harta dan nyawanya demi membela kebenaran sering dianggap sebagai orang yang konyol dan berpikiran sempit saat ini. Mereka dijauhi masyarakat karena dianggap sok pahlawan dan sok suci. Sebaliknya, orang-orang yang plin-plan dan tidak punya pendirian, bahkan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan, ketenaran dan jabatan yang tinggi dianggap sebagai orang yang sukses. Inilah logika terbalik tentang kesuksesan. Jangan heran jika saat ini kita sulit menemukan para pahlawan yang sukses karena konsisten memperjuangkan cita-cita mulia.

Jika Anda memandang kesuksesan sebagai proses yang konsisten menuju cita-cita mulia, maka Anda akan lebih mudah memperoleh kesuksesan. Hari ini pun Anda bisa sukses jika mulai hari ini Anda bertekad memperjuangkan cita-cita mulia. Bahkan Anda telah memperoleh kesuksesan tanpa henti, walau hari ini Anda berada dalam kesulitan dan musibah, asalkan tetap konsisten memperjuangkan cita-cita mulia. Inilah salah satu rahasia kesuksesan yang mudah diraih jika Anda mau melakukannya.

Apa yang Dimaksud Cita-Cita Mulia?

Sukses sebagai proses menuju cita-cita mulia mensyaratkan pentingnya kita memiliki cita-cita mulia terlebih dahulu. Sebab tanpa cita-cita mulia tak ada perjalanan menuju cita-cita mulia. Lalu masalahnya, seperti apa cita-cita mulia itu? Apa saja kriteria cita-cita yang mulia?

Kemuliaan bukanlah berdasarkan perasaan subyektif manusia, tapi ia diukur berdasarkan kebenaran universal yang ada di dunia ini. Kebenaran universal adalah satu-satunya kebenaran yang sejati di dunia ini. Ia adalah kebenaran yang bersumber pada empat hal, yaitu : agama, hati nurani, akal sehat dan ilmu pengetahuan. Kesesuaian antara empat hal itulah yang disebut kebenaran universal. Jika keempat hal tersebut saling bertolak belakang maka agama menjadi batu uji terakhir untuk menentukan kebenaran universal. Nilai-nilai seperti persamaan, kemerdekaan, kejujuran, kesetiaan, kasih sayang, keindahan, ketenteraman, keadilan dan keterbukaan adalah contoh dari kebenaran universal yang sesuai dengan hati nurani, agama, akal sehat dan ilmu pengetahuan.

Kebenaran universal bukanlah berdasarkan budaya masyarakat atau perasaan seseorang. Budaya dan perasaan bersifat subyektif, nisbi bahkan seringkali tak dapat dipertanggungjawabkan sumbernya. Kita tak dapat berpegang pada kebenaran berdasarkan budaya dan perasaan sebab hal itu dapat menjerumuskan kita pada perbedaan dan perselisihan tanpa henti. Kebenaran universal yang dapat menyatukan kita pada cita-cita yang sama. Ia merupakan ikatan yang menyatukan peradaban manusia selama-lamanya.

Sukses Anda tergantung dari keserasian cita-cita Anda dengan kebenaran universal. Selama cita-cita Anda tidak bertentangan dengan kebenaran universal, maka hal itu bisa disebut sebagai cita-cita yang mulia. Namun jika cita-cita yang Anda canangkan bertentangan dengan kebenaran universal; atau Anda sekedar menuruti hawa nafsu dan budaya setempat dalam membuat cita-cita Anda, berarti cita-cita Anda bukanlah cita-cita mulia. Jadi kata kuncinya terletak dari sejauh mana keserasian antara cita-cita Anda dengan kebenaran universal.

Jika ingin diteliti lebih lanjut, cita-cita mulia adalah cita-cita yang sesuai dengan kriteria berikut :

1. Tidak merugikan diri sendiri
Cita-cita mulia tidak boleh merugikan diri sendiri. Tidak boleh merusak empat dimensi yang berada pada diri manusia, yaitu akal, perasaan, hati nurani dan tubuh
manusia. Bukan merupakan cita-cita yang mulia jika Anda mengejar sebuah keinginan yang merusak keempat dimensi tersebut. Misalnya, bercita-cita untuk menjadi
penulis film cabul, bekerja di bisnis judi, atau menjadi stuntman (pemeran pengganti untuk adegan-adegan berbahaya). Namun tidak termasuk merusak diri sendiri
jika Anda mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, bahkan nyawa sekali pun, untuk memperoleh cita-cita mulia seperti yang dicontohkan para nabi dan para
pahlawan.

2. Tidak merugikan keluarga
Cita-cita mulia juga tidak boleh mengorbankan keharmonisan keluarga. Misalnya, jangan gara-gara mengejar ambisi untuk menjadi hartawan atau politikus terkenal,
Anda kemudian sering meninggalkan keluarga, sehingga akhirnya keluarga menjadi berantakan dan tidak harmonis.

3. Tidak merugikan masyarakat
Cita-cita mulia juga tidak boleh merugikan masyarakat, baik itu orang dekat yang kita kenal maupun orang jauh yang tidak kita kenal. Bercita-cita menjadi penyanyi
dengan goyangan sensual atau menjadi pengusaha judi merupakan cita-cita yang tidak mulia karena merugikan masyarakat.

4. Tidak merugikan lingkungan alam
Bukan merupakan cita-cita mulia jika lingkungan alam rusak karena mengejar cita-cita tersebut. Merusak lingkungan alam dapat berupa merusak tumbuh-tumbuhan,
menyakiti binatang, merusak ekosistem, atau membuat polusi dan limbah.

5. Tidak merugikan generasi pelanjut
Cita-cita mulia juga tidak boleh merugikan generasi pelanjut, seperti merusak masa depan anak-anak dan pemuda. Cita-cita menjadi games programer untuk
mainan anak-anak yang tidak mendidik, menjadi penyalur film porno atau menjadi bandar narkoba adalah contoh jelas dari sebuah cita-cita yang tidak mulia karena
merusak generasi pelanjut.

Jadi jika ingin sukses, Anda perlu memiliki cita-cita yang mulia terlebih dahulu. Contoh cita-cita mulia itu banyak sekali, seperti menjadi penulis novel, pengusaha garmen, dosen, guru, da’i, olahragawan, penyanyi, dan lain-lain, asalkan semua itu tidak bertentangan dengan kriteria di atas. Tanpa adanya cita-cita (tujuan) yang mulia tidak mungkin Anda memperoleh kesuksesan sejati. (bersambung)